Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan hanya sebuah pertarungan antara calon, tetapi juga menjadi ajang peneguhan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya berlangsung secara jujur, adil, dan transparan. Namun, kenyataan di lapangan sering kali memperlihatkan bahwa proses pemilihan rentan terhadap manipulasi, terutama pada kemenangan tipis yang diperoleh calon kepala daerah.
Salah satu bentuk manipulasi yang perlu diwaspadai adalah penggunaan tape-x (penghapus cair) dalam penghitungan suara, yang meskipun tampak sepele, dapat merusak integritas proses pemilihan, bahkan di tingkat desa sekalipun. Setelah quick count yang menunjukkan hasil yang sangat tipis, ancaman manipulasi suara dengan tape-x menjadi semakin nyata, dan masyarakat desa harus lebih waspada terhadap potensi kecurangan ini.
Quick count sering kali digunakan sebagai acuan awal dalam menilai hasil Pilkada, tetapi apa yang ditunjukkan oleh hasil tersebut bisa saja bersembunyi di balik potensi manipulasi yang terjadi di tingkat bawah, di tingkat TPS (Tempat Pemungutan Suara).
Seperti yang terjadi pada Pemilihan Legislatif (Pileg) kemarin, penghapusan suara dengan tape-x dapat dilakukan dengan sangat mudah di tingkat desa atau kecamatan, terutama ketika perolehan suara antar calon sangat tipis.
Kejadian ini mengingatkan kita akan betapa pentingnya menjaga transparansi dan kejujuran dalam setiap tahap pemilihan, dari perhitungan suara di tingkat TPS hingga rapat pleno di tingkat kabupaten dan provinsi. Apalagi di desa, di mana pengawasan terhadap proses pemilu masih terbatas dan rentan terhadap manipulasi.
Penggunaan tape-x di beberapa TPS yang ditemukan pada Pileg 2024 menunjukkan adanya celah dalam sistem pemilihan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengubah hasil suara dengan cara yang tidak sah.
Seperti yang diungkapkan oleh saksi Partai Gerindra dalam rapat pleno rekapitulasi suara, Alexander Kolaai Narwada, penggunaan penghapus cair memang dimungkinkan oleh aturan yang ada, tetapi hanya dalam kondisi tertentu, dan yang terpenting, penghapusan tersebut harus disertai dengan paraf petugas dan catatan kejadian khusus (Detikbali 10 Mei 2024). Di sinilah letak kerentanannya: apabila penghapusan suara dilakukan tanpa catatan atau paraf yang sah, maka hasil pemilu di tingkat desa bisa dipertanyakan.
Di tingkat desa, manipulasi semacam ini bisa lebih sulit terdeteksi karena masyarakat yang terlibat langsung dalam proses pemilihan cenderung tidak memiliki akses atau pemahaman yang cukup mengenai prosedur hukum dan peraturan KPU yang berlaku. Bahkan, pengawasan terhadap proses perhitungan suara pun sering kali kurang ketat. Hal ini memberi ruang bagi manipulasi yang terjadi di balik layar, seperti penggunaan tape-x untuk mengubah hasil perhitungan suara tanpa disertai bukti atau catatan yang sah.
Pilkada di tingkat desa, yang sering kali melibatkan keterlibatan langsung masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, merupakan titik krusial di mana suara rakyat bisa saja dikorbankan. Kejadian penggunaan tape-x dalam Pileg menjadi contoh konkret bahwa meskipun prosedur pemilu sudah disusun sedemikian rupa, pada kenyataannya celah-celah manipulasi tetap ada.
Seperti yang terjadi dalam beberapa kasus, penghapus cair atau tape-x digunakan untuk mengubah angka perolehan suara dalam dokumen C Hasil, yang pada akhirnya merusak keaslian dan integritas hasil pemilu. Jika ini terjadi dalam Pilkada, terutama di desa, dampaknya bisa sangat besar, karena masyarakat desa, yang lebih dekat dengan calon dan partai politik tertentu, akan merasakan dampak langsung dari kecurangan ini.
Pada Pilkada dengan kemenangan yang tipis, terutama yang diperoleh melalui hasil quick count, potensi manipulasi suara menjadi semakin tinggi. Hal ini terutama berlaku di desa, tempat di mana politik lokal sangat kental dan sering kali dikuasai oleh pengaruh kekuatan tertentu.
Kemenangan tipis pada tahap quick count sering kali dimanfaatkan untuk mempercepat perubahan dalam hasil akhir melalui manipulasi, seperti penggunaan tape-x yang tidak sah dalam proses rekapitulasi suara. Manipulasi ini akan sulit terdeteksi tanpa adanya pengawasan yang ketat, baik dari masyarakat, saksi partai, maupun lembaga pengawas seperti Bawaslu.
Desa sebagai unit terkecil dalam sistem pemerintahan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kualitas demokrasi. Oleh karena itu, masyarakat desa harus waspada dan terlibat aktif dalam mengawasi setiap tahap Pilkada, khususnya saat penghitungan suara di tingkat TPS.
Masyarakat yang memiliki pemahaman lebih tentang proses pemilu dapat membantu untuk memastikan bahwa tidak ada suara yang dihapus atau dimanipulasi secara tidak sah. Pengawasan dari saksi partai dan anggota Bawaslu di tingkat desa juga sangat penting untuk mendeteksi kecurangan sebelum ia berkembang lebih jauh ke tingkat yang lebih tinggi.
Ketika kemenangan tipis terjadi, bukan tidak mungkin penghapusan suara yang sah dilakukan untuk mencapainya. Maka, untuk mencegah hal ini terjadi di Pilkada yang akan datang, terutama pasca quick count, seluruh elemen masyarakat desa harus bersatu untuk menjaga integritas proses pemilu.
Pengawasan yang lebih ketat pada setiap tahap, dari perhitungan suara di TPS hingga rekapitulasi di tingkat kabupaten atau provinsi, harus dilakukan secara transparan dan terbuka. Pemeriksaan terhadap dokumen C Hasil yang melibatkan penghapus cair harus dilakukan dengan cermat, memastikan bahwa setiap perubahan atau penghapusan suara di atas kertas tidak merusak hasil yang sebenarnya.
Masyarakat desa, yang memiliki kedekatan dengan calon dan proses pemilu, memiliki peran penting dalam memastikan kejujuran dan integritas pemilihan kepala daerah. Kecurangan yang terjadi di tingkat desa, jika tidak segera ditanggulangi, akan merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi itu sendiri. Desa harus menjadi garda terdepan dalam memastikan bahwa Pilkada berlangsung dengan jujur, adil, dan sesuai dengan kehendak rakyat.
Akhirnya, untuk mencegah terulangnya manipulasi seperti penggunaan tape-x, seluruh pihak—baik penyelenggara pemilu, partai politik, dan masyarakat—harus bekerja sama menjaga integritas Pilkada, memastikan bahwa kemenangan yang diperoleh adalah hasil dari suara rakyat yang sah. Dengan pengawasan yang lebih ketat, partisipasi yang aktif, dan transparansi yang tinggi, kita bisa menjaga demokrasi agar tetap murni, khususnya di tingkat desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H