Tidak kalah penting adalah upaya untuk memberdayakan generasi muda dalam sektor pertanian. Di Lombok Barat, seperti di banyak daerah lainnya, sektor ini semakin kehilangan daya tarik bagi anak muda.
Banyak dari mereka lebih memilih bekerja di sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan. Jika tren ini terus berlanjut, sektor pertanian akan menghadapi krisis regenerasi yang serius. Pemerintah perlu menciptakan program-program yang menarik bagi generasi muda, seperti pelatihan pertanian berbasis teknologi atau insentif bagi mereka yang ingin mengelola lahan pertanian keluarga.
Refleksi dari langkah LAZADHA memanen timun juga menyadarkan kita tentang pentingnya pendekatan berbasis akar rumput dalam memimpin. Politik sering kali terjebak dalam strategi yang berorientasi pada elitisme, dengan asumsi bahwa pembangunan yang sukses harus dimulai dari atas.
Pengalaman menunjukkan bahwa keberhasilan daerah justru sering kali ditentukan oleh seberapa baik pemimpinnya memahami kebutuhan di tingkat bawah. Langkah LAZADHA terlibat langsung dalam kehidupan petani menjadi simbol kepemimpinan yang membumi.
Ada risiko bahwa langkah ini dianggap sebagai sekadar strategi kampanye tanpa komitmen jangka panjang. Ini adalah ujian terbesar bagi LAZADHA jika mereka berhasil terpilih. Mereka harus membuktikan bahwa tindakan mereka bukan sekadar aksi simbolis untuk meraih simpati, tetapi awal dari perjalanan panjang untuk memprioritaskan sektor pertanian.
Pemilih juga memiliki peran penting dalam memastikan bahwa isu-isu yang diangkat selama masa kampanye tidak berhenti setelah pemilu selesai. Masyarakat harus terus mengawal janji-janji yang telah disampaikan, termasuk komitmen terhadap sektor pertanian. Dengan partisipasi aktif dari masyarakat, pemerintah daerah akan memiliki tekanan yang cukup untuk benar-benar menindaklanjuti janji mereka.
Dalam konteks ini, memanen timun bukan sekadar kegiatan fisik, tetapi sebuah metafora tentang harapan yang ingin dituai oleh LAZADHA. Harapan bahwa sektor pertanian akan mendapatkan perhatian yang lebih besar. Harapan bahwa para petani tidak lagi dipandang sebelah mata. Harapan bahwa kepemimpinan yang mereka tawarkan benar-benar akan membawa perubahan yang nyata.
Langkah LAZADHA ini memberikan pesan kuat bahwa politik tidak harus selalu dilakukan di gedung-gedung mewah atau melalui pertemuan formal. Kadang, politik yang paling efektif adalah politik yang berjalan di atas tanah sawah, di bawah terik matahari, dan di tengah denyut kehidupan rakyat. Ini adalah politik yang tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi juga memulai perubahan itu sendiri.
Pada akhirnya, keberhasilan langkah ini tidak akan ditentukan oleh berapa banyak suara yang diraih, tetapi oleh seberapa besar dampaknya terhadap kehidupan petani di Lombok Barat.
 Jika LAZADHA benar-benar mampu memanen harapan yang mereka tanam, maka langkah sederhana ini akan dikenang sebagai titik awal dari babak baru dalam pembangunan daerah. Tetapi jika tidak, aksi memanen timun hanya akan menjadi kenangan manis yang perlahan memudar, seperti panen yang berlalu tanpa hasil yang memuaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H