Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Beryn, lahir di Pulau Seribu Masjid, saat ini mengabdi pada desa sebagai TPP BPSDM Kementerian Desa dengan posisi sebagai TAPM Kabupaten. Sebelumnya, ia aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Beryn memiliki minat pada isu sosial, budaya, dan filsafat Islam. Saat kuliah, Beryn pernah mencoba berbagai aktivitas umumnya seperti berorganisasi, bermain musik, hingga mendaki gunung, meskipun begitu satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya adalah menikmati secangkir kopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cahaya di Lingkar Kabut (8)

29 Oktober 2024   07:33 Diperbarui: 29 Oktober 2024   07:46 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku mendengar kau membaca selawat tadi pagi," ujar Hendra perlahan, membuka percakapan. "Shalawat Nariyah."

Pria itu menoleh perlahan, menatap Hendra dengan sorot mata yang penuh arti. "Iya, selawat itu selalu mengingatkanku pada banyak hal. Pada perlindungan Allah... dan pada segala sesuatu yang hilang."

Hendra terdiam, merasa bahwa pria di depannya bukan orang biasa. "Namamu siapa?" tanyanya, mencoba lebih akrab.

"Namaku Karim, dulu aku dipanggil Eki" jawab pria itu sambil tersenyum tipis. "Aku tahu siapa kau, Hendra. Kau tidak seharusnya berada di sini."

Hendra terkejut. "Kau tahu aku?"

Karim menatapnya dalam-dalam, seolah membaca isi hatinya. "Aku tahu lebih banyak daripada yang kau kira. Aku tahu tentang desamu, tentang orang-orang yang mencoba menghancurkanmu. Mereka, yang sama-sama mencoba menghancurkanku."

Hendra merasa jantungnya berdetak kencang. "Apa maksudmu? Siapa yang kau maksud?"

Karim menghela napas panjang, lalu dengan suara berat, ia berkata, "Aku dulunya bekerja untuk mereka. Jenderal-jenderal dan menteri-menteri itu. Aku bagian dari mereka yang ditugaskan mengamankan proyek-proyek. Tugas kami memastikan desa-desa kecil tidak tahu apa yang sedang terjadi di bawah tanah mereka. Tapi semua berubah saat keluargaku... dibunuh."

Hendra terpaku, menatap Karim dengan tak percaya. "Dibunuh? Apa maksudmu?"

"Mereka membuatnya terlihat seperti kecelakaan pesawat. Waktu itu, keluargaku sedang dalam perjalanan menghadiri hajatan keluarga besar kami di Sumbawa. Pesawat yang mereka naiki jatuh. Awalnya aku mengira itu memang kecelakaan. Sampai suatu hari aku mendengar pembicaraan telepon rekan kerjaku yang lupa dimatikan. Dalam percakapan itu, aku mendengar mereka mengatakan bahwa pesawat itu sengaja dijatuhkan."

Hendra terperangah. "Kenapa mereka melakukannya? Kenapa keluargamu yang menjadi korban?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun