Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ego Sektoral dalam Regulasi Perencanaan Desa: PR Mendagri dan Mendes yang Baru

27 Oktober 2024   11:14 Diperbarui: 10 November 2024   11:53 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemendagri dan Kemendesa satu Indonesia bersama mengatur desa (sumber: diolah dari wikipedia dan rri.co.id)

Regulasi yang bersumber dari dua kementerian menimbulkan dilema bagi Dinas PMD, Pemerintah Desa, dan pendamping desa dalam memilih pedoman mana yang harus diikuti. 

Ego sektoral antara Kemendagri dan Kemendesa PDTT memengaruhi kejelasan implementasi regulasi, menciptakan tumpang tindih dan kebingungan di tingkat desa, terutama ketika kedua kementerian mengeluarkan aturan yang saling tumpang tindih. Selain itu, Dinas PMD dan Pemerintah Desa menghadapi kesulitan dalam konsistensi administrasi dan akuntabilitas karena perbedaan prosedur yang harus dijalankan sesuai pedoman masing-masing kementerian.

Pengaruh Permendagri terhadap Pengelolaan Keuangan Desa

Permendagri No. 20 Tahun 2018, yang mengatur pengelolaan keuangan desa, menekankan prosedur lebih rinci terkait pengelolaan anggaran desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban. 

Regulasi ini menambahkan langkah-langkah administratif dalam pengelolaan dana, termasuk pengawasan terhadap realisasi belanja sesuai dengan APBDes. Meskipun Permendagri 20/2018 memberi panduan pengelolaan dana yang lebih tertib, regulasi ini juga meningkatkan beban administrasi bagi perangkat desa dan memerlukan harmonisasi dengan Permendesa 21/2020 dalam hal perencanaan keuangan dan pelaksanaan program pembangunan desa.

Dampak Pelaksanaan di Lapangan

Perbedaan regulasi ini menimbulkan kebingungan dan menghambat proses perencanaan di desa. Beberapa dampak langsung yang dialami di lapangan adalah:

Keterlambatan Penyusunan dan Penetapan RKP Desa: Konflik mengenai pedoman yang digunakan mengakibatkan beberapa desa terlambat menyusun atau menetapkan RKP, mengganggu siklus pembangunan dan pengucuran dana.

Kesulitan dalam Penyusunan APBDes: Ketidakjelasan regulasi menyebabkan perangkat desa kesulitan menyelaraskan program desa dalam APBDes, berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari jika penggunaan dana tidak sesuai dengan salah satu peraturan.

Beban Administrasi pada Pemerintah Desa dan Pendamping Desa: Perangkat desa dan pendamping desa harus memahami ketentuan yang berbeda, yang memakan waktu dan menguras energi.

Solusi Mengatasi Ego Sektoral

Guna mengatasi hal ini, diperlukan langkah strategis yang dapat mengharmonisasikan peraturan dan memberikan kejelasan pada Pemerintah Desa, Dinas PMD, dan pendamping desa:

Pembentukan Tim Sinkronisasi Antar-Kementerian. Pemerintah pusat, melalui Kemendagri dan Kemendesa PDTT, perlu membentuk tim sinkronisasi regulasi desa. Tim ini bertugas mengidentifikasi dan menyesuaikan ketentuan yang berbeda di kedua kementerian, serta menerbitkan satu pedoman terpadu untuk menghindari tumpang tindih aturan.

Peningkatan Kapasitas SDM Pemerintah Desa dan Pendamping Desa. Pelatihan intensif bagi perangkat desa dan pendamping desa akan membantu mereka memahami regulasi dengan lebih baik dan menjalankan perencanaan serta pengelolaan desa dengan lebih efisien. Pelatihan ini bisa difokuskan pada pemahaman praktis peraturan dan pembuatan dokumen yang seragam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun