Bagi Agus, mendalami ilmu di tingkat doktoral memberikan perspektif baru dalam menjalankan tugasnya. Ia merasa bahwa tugas pendamping bukan sekadar mengawal administrasi dan program-program dari pusat, melainkan juga menjadi bagian dari transformasi masyarakat desa. Wawasan yang ia dapatkan di bangku kuliah membuatnya lebih peka dalam menangani dinamika sosial dan ekonomi desa, serta lebih kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang turun dari atas.
Pelajaran Penting bagi Para Pendamping Desa
Perjalanan Agus menjadi contoh nyata bahwa keterbatasan bukanlah alasan berhenti mengejar ilmu. Ia ingin berbagi pengalamannya kepada rekan-rekan sesama PLD di seluruh Indonesia.
“Pendamping desa itu ujung tombak pembangunan desa. Kalau wawasan kita sempit, kita hanya akan menjalankan perintah tanpa memberikan nilai tambah untuk desa. Makanya, penting sekali untuk terus belajar, meski sulit,” tegasnya.
Agus mengajak para PLD lainnya untuk tidak takut menghadapi tantangan, baik di lapangan maupun dalam kehidupan pribadi. “Saya tahu gaji kita sering kali tidak cukup, tapi itu bukan alasan berhenti belajar. Bagi saya, belajar itu tidak hanya menambah wawasan, tapi juga memperkaya jiwa kita sebagai pendamping. Kita bukan hanya fasilitator program, tapi juga agen perubahan bagi desa-desa yang kita dampingi,” tambahnya dengan penuh semangat.
Harapan kepada Kementerian Desa dan Menteri yang Baru
Agus juga tak segan menyuarakan harapannya kepada Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, terutama kepada menteri yang baru, Bapak Yandri Susanto. Menurutnya, perhatian terhadap kesejahteraan para pendamping desa sangat penting agar tugas-tugas di lapangan bisa berjalan lebih optimal.
“Kami ini adalah kaki dan tangan dari program-program pusat di desa. Kalau kesejahteraan kami diabaikan, bagaimana kami bisa bekerja dengan maksimal? Saya harap, pemerintah lebih memperhatikan nasib kami, terutama terkait gaji dan fasilitas pendukung kerja,” ucap Agus.
Ia juga berharap ada program beasiswa khusus bagi pendamping desa yang ingin melanjutkan studi, agar mereka bisa meningkatkan kualitas diri tanpa harus terbebani masalah biaya. “Kalau pendamping desa lebih cerdas, desa-desa yang kita dampingi juga akan lebih maju. Jadi, investasi pada pendidikan kami adalah investasi jangka panjang untuk pembangunan desa,” tegasnya.
Akhir yang Menginspirasi
Setelah bertahun-tahun berjuang, Agus akhirnya menyelesaikan studi doktoralnya. Gelar yang ia raih bukanlah simbol kesuksesan pribadi semata, melainkan juga pencapaian besar bagi komunitas yang ia dampingi. Meski perjalanan hidupnya penuh liku dan pengorbanan, Agus percaya bahwa semua itu layak diperjuangkan.
Raungan sepeda motor Supra X itu masih terdengar setiap pagi di Desa Ranggagata, namun kini dengan beban yang sedikit lebih ringan. Agus telah membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan tantangan yang harus dihadapi dengan tekad baja dan semangat yang tak kenal padam.
Bagi rekan-rekan PLD, kisah Agus menjadi teladan bahwa perjuangan tak pernah sia-sia. Bagi pemerintah, terutama Kementerian Desa, kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap desa yang maju, ada pendamping yang gigih berjuang meski di tengah segala keterbatasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H