Burhan mengangguk pelan, lalu berbisik, "Oke. Aku akan atur semuanya."
Beberapa hari berlalu, dan Burhan kembali membawa berita. Namun, wajahnya yang biasanya penuh senyuman tampak lebih serius. "Ndra, ini nggak bagus," katanya saat mereka bertemu di lapangan. "Saksi itu memang hilang. Beberapa orang bilang dia telah dibungkam. Tapi aku nggak bisa memastikan apakah itu benar."
Dunia Hendra serasa runtuh mendengar kata-kata itu. Jika saksi kunci itu benar-benar hilang, bagaimana nasib peninjauan kembali yang selama ini ia gantungkan harapannya?
Sementara itu, kabar dari luar semakin memburuk. Pengacaranya mengirimkan pesan bahwa ada kemungkinan besar kasusnya akan kembali digelar tanpa kehadiran saksi tersebut. "Ini bisa jadi masalah besar bagi kita, Hendra," pengacaranya memperingatkan melalui surat yang dikirim ke lapas. "Kita masih punya beberapa opsi, tapi tanpa saksi kunci, posisi kita semakin lemah."
Hendra tahu, perjuangannya belum selesai. Namun, dengan musuh yang bersembunyi dalam bayang-bayang dan ancaman yang terus menghantuinya, ia tak yakin berapa lama lagi ia bisa bertahan. Di balik jeruji besi, di mana kebenaran seolah terperangkap, Hendra tetap berusaha mencari celah---celah untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Tapi seiring berjalannya waktu, pertarungan ini tampak semakin tak seimbang.
Dalam keheningan malam, Hendra termenung. Ada rasa takut, harapan, dan kebingungan yang bercampur aduk. "Apakah aku akan bebas?" gumamnya dalam hati.
Namun, jawaban itu tak pernah datang.
-----
Beberapa minggu setelah pertemuan terakhir Hendra dengan pengacaranya, situasi mulai terasa semakin ganjil. Hendra merasa setiap langkahnya di penjara diawasi, dan kabar mengenai saksi kunci yang akan hadir di persidangannya mulai mengalir seperti api liar. Namun, alih-alih merasa lega, rasa was-was terus menyelimuti benaknya. Ada sesuatu yang tidak beres, lebih besar daripada sekadar rekayasa video atau korupsi Arman.
Sore itu, di lapangan Lapas, Hendra kembali bertemu Burhan. Dengan isyarat mata, Burhan mengajaknya ke sudut yang lebih sepi. Mereka berdua duduk di bawah bayang-bayang tembok penjara, tempat di mana tak ada mata-mata yang bisa menguping percakapan mereka.
"Ada yang harus kau tahu," bisik Burhan pelan, suaranya begitu rendah sampai Hendra harus memiringkan kepalanya untuk mendengar. "Aku mendengar kabar aneh dari luar."