Pak Mansur menceritakan kepada Azmi bahwa ia pernah ditelepon oleh salah satu oknum yang mengatakan bahwa jika ia tidak membayar sewa yang diminta, ia akan kehilangan tempatnya berjualan. "Mereka mengatakan ini demi ketertiban pesantren, tetapi faktanya hanya untuk keuntungan mereka sendiri," keluh Pak Mansur.
Azmi tak bisa membiarkan ketidakadilan ini berlanjut. Ia dan beberapa santri lainnya berkumpul kembali, berdiskusi tentang langkah selanjutnya. "Kita harus mengumpulkan lebih banyak suara. Kita perlu menjelaskan kepada masyarakat bahwa ini bukanlah kebijakan dari Tuan Guru, tetapi ulah oknum yang ingin meraih keuntungan," ujar Azmi bersemangat.
Mereka pun merencanakan sebuah acara, di mana para santri dan masyarakat diundang berdialog. Acara ini bertujuan mendiskusikan kondisi yang terjadi dan mencari solusi bersama. Semua santri sepakat bersatu, melawan ketidakadilan dengan cara damai.
Hari yang ditunggu pun tiba. Ratusan santri dan masyarakat berkumpul di halaman pesantren. Azmi berdiri di depan, diiringi santri-satri lain, menyampaikan apa yang telah terjadi dan mengajak semua orang bersuara.
"Tuan Guru, kami sangat menghormati Anda. Namun kami juga perlu suara kami didengar. Kami tidak ingin pesantren ini menjadi tempat yang merugikan masyarakat. Mari kita bersatu menciptakan keadilan dan ketenteraman," serunya penuh semangat.
Acara itu berlangsung hangat, dan banyak yang memberikan pendapat. Tuan Guru pun hadir, mendengarkan semua keluhan dan harapan dari santri serta masyarakat. Dalam suasana penuh keakraban itu, Tuan Guru menegaskan kembali komitmennya mengatasi masalah ini. Beliau berjanji akan melakukan evaluasi terhadap semua oknum yang selama ini melakukan monopoli dan merugikan pedagang kecil.
Beberapa minggu kemudian, suasana pesantren mulai berubah. Harga makanan di warung-warung kembali normal, dan para pedagang kecil seperti Pak Mansur bisa bernapas lega. Para santri juga merasakan dampak positifnya. Mereka bisa membeli makanan dengan harga terjangkau, dan hubungan antara pesantren dengan masyarakat sekitar kembali harmonis.
Azmi merasa lega. Hari Santri kali ini bukan hanya perayaan, tetapi juga refleksi bagi dirinya dan bagi pesantren. Ia belajar bahwa keadilan bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja, apalagi di tempat yang menjadi pusat pendidikan moral dan agama. Tindakan kecil yang mereka lakukan mungkin tampak sederhana, tapi bagi para pedagang seperti Pak Mansur, itu berarti dunia.
Kini, setiap kali Azmi melewati warung Pak Mansur, ia melihat senyuman yang tulus, bukan lagi senyuman yang tersembunyi di balik kegelisahan. Dan itulah kemenangan terbesar bagi seorang santri: memperjuangkan kebenaran dengan cara yang bijak dan penuh hikmah.
Di balik dinding pesantren, tidak hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga keberanian memperjuangkan kebenaran. Pesantren, yang seharusnya menjadi tempat yang penuh dengan rahmat dan keadilan, kini lebih dari sekadar tempat belajar; ia adalah ruang mencipta perubahan yang berarti.
—————————————————
SELAMAT HARI SANTRI - 22 OKTOBER
—————————————————
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI