Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Menjejak Ketangguhan Memetakan Masa Depan; Peran TPP Mendorong Regulasi PRB di NTB

13 Oktober 2024   10:27 Diperbarui: 13 Oktober 2024   10:38 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ketangguhan tidak lagi kata-kata; ia bertumbuh menjadi bagian dari identitas, pusaka yang diwariskan dari generasi ke generasi, untuk bertahan di tanah yang tak pernah sepenuhnya tenang.”

Lombok, sebuah pulau kecil di Nusa Tenggara Barat, telah lama menjadi saksi sejarah gempa bumi yang berulang kali mengguncang dan menguji ketahanan masyarakatnya. Sejak abad ke-19, gempa-gempa besar telah menghantam wilayah ini, meninggalkan jejak kehancuran yang tak mudah dilupakan. 

Salah satu catatan paling awal adalah gempa dahsyat pada 25 Juli 1856, yang disertai tsunami, mengubah lanskap dan kehidupan di Lombok selamanya. Aktivitas seismik di wilayah ini tak pernah berhenti, berlanjut dengan gempa berkekuatan 6,0 SR pada 21 Desember 1970, yang mengingatkan kembali akan rapuhnya tanah tempat mereka berpijak.

Namun, peristiwa paling mengerikan terjadi pada 5 Agustus 2018. Hari itu, Lombok diguncang gempa berkekuatan 7,0 SR, bagian dari rangkaian gempa yang dimulai sejak 29 Juli 2018. Ratusan nyawa melayang, ribuan rumah hancur, dan lebih dari 417.000 orang terpaksa mengungsi. Kerugian ekonomi membengkak hingga triliunan rupiah, meninggalkan bekas luka yang dalam, baik di hati masyarakat maupun di infrastruktur yang runtuh.

Di tengah puing-puing dan trauma, upaya pemulihan dan mitigasi mulai disusun. Kesadaran akan pentingnya infrastruktur yang lebih tahan gempa mulai bertumbuh, begitu pula pemahaman bahwa risiko bencana adalah bagian tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan mereka mulai bertunas. 

Di tingkat desa, kesadaran ini diwujudkan melalui inisiatif strategis yang inovatif: integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) melalui proses tagging kegiatan. Ini bukan sekadar strategi, tetapi komitmen pemastian bahwa setiap rencana pembangunan desa tidak hanya berfokus pada kemajuan fisik, tetapi juga pada kelangsungan dan keamanan warga.

Proses tagging memungkinkan setiap kegiatan yang berhubungan dengan pengurangan risiko bencana ditandai secara jelas dalam dokumen perencanaan desa. Hasilnya, alokasi sumber daya menjadi lebih tepat sasaran, dan program mitigasi bisa dilaksanakan dengan lebih efektif. Ini adalah langkah kecil dengan dampak besar, memastikan bahwa desa-desa di Lombok lebih siap menghadapi bencana di masa depan.

Inisiatif ini tidak muncul dari ruang hampa. Di baliknya ada kolaborasi erat antara pelbagai pihak: Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Provinsi NTB, TPP Kabupaten, dan LSM KONSEPSI, semuanya bekerja bahu membahu, dengan dukungan penuh dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Provinsi NTB. Mereka bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan, mengumpulkan data kebencanaan, dan menyusun regulasi yang sesuai dengan kondisi lokal.

Pengumpulan data kebencanaan sebagai draf dokumen pedoman teknis penyusunan RPJM Desa berbasis PRB (sumber: dokumen pribadi)
Pengumpulan data kebencanaan sebagai draf dokumen pedoman teknis penyusunan RPJM Desa berbasis PRB (sumber: dokumen pribadi)

Kerja keras tersebut melahirkan Peraturan Gubernur Nomor 83 Tahun 2023 (Pergub 83), yang memberikan landasan hukum dalam integrasi pengurangan risiko bencana pada perencanaan desa di NTB. Pergub ini menetapkan standar dan prosedur yang jelas, yang memungkinkan desa-desa di NTB mengimplementasikan strategi mitigasi secara efektif. Lebih dari sekadar regulasi, upaya ini sebagai satu upaya membangun ketangguhan dari tingkat provinsi hingga desa, memastikan masyarakat Lombok siap menghadapi tantangan di masa depan.

Dari Gagasan ke Aksi: Proses Lahirnya Pergub 83 

Menyusun regulasi guna melindungi masyarakat dari bencana bukanlah tugas yang ringan, apatah lagi di daerah NTB yang sangat rentan terhadap pelbagai bencana alam. Perjalanan melahirkan Pergub 83, yang mengintegrasikan PRB ke dalam perencanaan desa, menjadi kisah panjang penuh kolaborasi, visi, dan dedikasi dari pelbagai pemangku kepentingan.

Jejakan awal muncul dari kenyataan bahwa masyarakat NTB setiap hari—gempa bumi, banjir, dan tanah longsor menjadi ancaman nyata yang bisa datang kapan saja.

Di tengah kondisi inilah, TPP Provinsi NTB, dengan Marzuki sebagai motor penggerak, mulai memikirkan cara guna memastikan bahwa setiap desa memiliki perlindungan yang lebih baik melalui perencanaan yang matang. Bersama TPP Kabupaten Lombok Barat, Lalu Arif Saptari, dan Sabirin, Marzuki memulai diskusi dengan pelbagai pihak untuk mencari solusi yang tepat guna menghadapi risiko yang ada.

Namun, gagasan itu tidak mungkin terwujud tanpa dukungan penuh dari Dinas PMD Provinsi NTB. Dinas mengambil peran sebagai katalisator, menyediakan arahan dan dukungan teknis yang diperlukan agar gagasan tersebut dapat beranjak menjadi regulasi konkret. Prosesnya tidak instan—ini adalah hasil dari serangkaian lokakarya, diskusi, dan pertemuan yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah seperti KONSEPSI, hingga perwakilan masyarakat desa.

Pucuk dicinta ulampun tiba, diskusi yang intensif akhirnya menghasilkan regulasi praktis dan sesuai kebutuhan lapangan. Melalui kolaborasi mendalam, semua pihak terlibat membawa pengalaman dan pengetahuan mereka guna merumuskan aturan yang efektif. 

Fokus utamanya mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam RPJM Desa, dengan metode tagging kegiatan. Metode ini memudahkan identifikasi dan pelaksanaan program mitigasi, memungkinkan setiap desa dengan jelas melihat dan melaksanakan program yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana.

Mengawal Ketangguhan Desa: Peran Kunci TPP dan Dinas PMD 

Paska konsep dasar Pergub 83 dirumuskan, tantangan berikutnya yakni memastikan regulasi tersebut diimplementasikan dengan baik di desa-desa. Proses ini memerlukan dokumen yang solid, dan peran aktif dari para pemangku kepentingan yang memahami betul kondisi lokal dan kebutuhan masyarakat. Di sinilah peran TPP dan Dinas PMD Provinsi NTB menjadi sangat vital.

Konsultasi publik draf dokumen pedoman teknis penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa berbasis PRB (sumber: dokumen pribadi)
Konsultasi publik draf dokumen pedoman teknis penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa berbasis PRB (sumber: dokumen pribadi)

Marzuki, tokoh utama di TPP Provinsi, memimpin inisiatif menghubungkan kebijakan provinsi dengan realitas desa. Bersama Lalu Arif Saptari, Koordinator TPP Kabupaten Lombok Barat, dan Sabirin, TAPM yang fokus pada perencanaan desa, bekerja keras memastikan visi ketangguhan dalam regulasi dipahami dan diterapkan.

Dinas PMD Provinsi NTB juga memainkan peran penting dalam tahap implementasi ini. Sebagai fasilitator utama, mereka menyediakan kerangka kerja dan panduan yang diperlukan agar kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar. Empat kabupaten di Pulau Lombok—Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Lombok Utara—dipilih sebagai percontohan. 

Dinas PMD memastikan bahwa kabupaten-kabupaten ini memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya yang diperlukan serta pemahaman yang cukup mengenai pentingnya integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan desa.

Tidak ketinggalan, KONSEPSI, LSM yang telah lama berpengalaman dalam bidang ini, memberikan kontribusi yang signifikan. Mereka menggelar pelbagai pelatihan dan pendampingan bagi desa-desa, membantu mereka memahami dan mengaplikasikan konsep pengurangan risiko bencana secara efektif. KONSEPSI juga memfasilitasi dialog antara pemerintah desa dan masyarakat, memastikan bahwa setiap rencana yang disusun benar-benar sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan komunitas.

Salah satu alat yang terbukti sangat efektif dalam proses ini adalah metode tagging kegiatan dalam RPJM Desa. Dengan metode ini, desa-desa menjadi lebih mudah mengidentifikasi program-program mitigasi yang diperlukan, sekaligus memastikan bahwa alokasi sumber daya dilakukan dengan tepat.

PD dan PLD: Garda Terdepan dalam PRB di Tingkat Desa 

Di balik suksesnya setiap kebijakan, terdapat tangan-tangan yang bekerja keras di lapangan, yang memastikan bahwa susunan rencana di tingkat atas dapat benar-benar berjalan di tingkat paling bawah. Dalam upaya mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan desa, peran PD dan PLD menjadi sangat vital. Mereka ujung tombak yang memastikan bahwa desa-desa di NTB siap menghadapi pelbagai ancaman bencana yang mungkin datang.

Penguatan kapasitas perangkat desa dalam mengaplikasikan tagging PRB pada RPJM Desa (sumber: dokumen pribadi)
Penguatan kapasitas perangkat desa dalam mengaplikasikan tagging PRB pada RPJM Desa (sumber: dokumen pribadi)

Tugas utama PD dan PLD tidak sekadar membina dan mendampingi kepala desa dan  perangkatnya dalam proses perencanaan. Lebih dari itu, mereka terlibat langsung dalam pengumpulan data-data krusial terkait kebencanaan di tingkat desa. Mulai dari identifikasi risiko hingga pemetaan kapasitas dan kerentanan desa terhadap pelbagai jenis bencana, semuanya menjadi tanggung jawab mereka. Data-data inilah yang kemudian menjadi pondasi kuat bagi penyusunan rencana yang tidak hanya terarah tetapi juga realistis dan implementatif di lapangan.

PD dan PLD menerapkan pelbagai metode pengumpulan data yang terintegrasi. Mereka menggali pengetahuan lokal melalui wawancara mendalam dengan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengalaman dan wawasan luas tentang wilayahnya. Selain itu, mereka juga melakukan survei lapangan yang detail untuk mendapatkan gambaran nyata tentang kondisi fisik desa, serta memanfaatkan teknologi modern untuk pemetaan risiko yang lebih akurat. 

Dari sinilah mereka menyusun peta risiko yang akan menjadi acuan dalam menyusun rencana kegiatan yang kemudian diintegrasikan ke dalam RPJM Desa melalui proses tagging. Dengan data yang akurat dan terverifikasi, perencanaan pengurangan risiko bencana menjadi lebih tajam, efisien, dan tepat sasaran.

Kerja keras PD dan PLD ini menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mengimplementasikan regulasi pengurangan risiko bencana di tingkat desa.

Mereka adalah garda terdepan yang menjembatani antara kebijakan dan realitas lapangan, memastikan bahwa setiap desa di NTB tidak hanya memiliki rencana yang bagus di atas kertas, tetapi juga siap menghadapi ancaman bencana dengan langkah-langkah konkret yang telah dipahami dan disepakati bersama. Inilah bentuk nyata dari kolaborasi yang kuat antara pemerintah, pendamping, dan masyarakat untuk membangun ketangguhan di tingkat desa.

Membangun Ketangguhan Desa: Dari Regulasi ke Aksi Nyata 

Setelah Pergub 83 disahkan, fokus utama beralih ke bagaimana membangun ketangguhan desa melalui regulasi yang tepat dan penyediaan sumber daya yang memadai. Peraturan ini menjadi pondasi penting bagi desa-desa di NTB untuk menghadapi ancaman bencana alam yang sering melanda wilayah tersebut. Namun, memiliki regulasi saja tidak cukup—dukungan dari pelbagai pihak, terutama Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah, sangat dibutuhkan agar peraturan ini bisa diimplementasikan secara efektif.

Peran penting TPP tidak bisa diabaikan. Mereka berada di garis depan, memastikan bahwa visi ketangguhan yang tertuang dalam peraturan ini dapat diterjemahkan menjadi tindakan nyata di lapangan. Dengan dukungan penuh dari TPP, desa-desa di NTB kini memiliki panduan yang jelas tentang cara mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan mereka. 

Melalui proses tagging kegiatan dalam RPJM Desa, desa-desa ini dapat mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif dan terukur, memastikan bahwa setiap program yang dijalankan benar-benar mendukung ketangguhan masyarakat.

Meskipun saat ini regulasi tersebut masih dalam tahap percontohan, dengan implementasi di beberapa kabupaten di Pulau Lombok, dampaknya sudah mulai terasa. Desa-desa yang terlibat dalam percontohan ini menunjukkan peningkatan dalam cara mereka merencanakan dan mengelola risiko bencana. Proses perencanaan yang difokuskan pada tagging kegiatan memberikan kerangka kerja yang jelas, memudahkan desa untuk menentukan prioritas dan mengalokasikan sumber daya dengan lebih baik.

Hasil positif dari percontohan ini memberi harapan besar bahwa regulasi tersebut dapat diterapkan secara luas di seluruh NTB. Jika berhasil, model percontohan ini akan menjadi template bagi kabupaten lain di NTB, memperkuat ketangguhan tidak hanya di Pulau Lombok tetapi juga di seluruh provinsi.

Langkah ini bukan hanya soal menyusun regulasi, tetapi tentang bagaimana membangun kesadaran dan kesiapan di tingkat desa untuk menghadapi bencana yang mungkin datang. Dengan kombinasi regulasi yang kuat, sumber daya yang memadai, dan dukungan penuh dari pelbagai pihak, desa-desa di NTB siap menghadapi tantangan bencana dengan lebih tangguh dan terorganisir.

_____

Artikel ini pernah diikusertakan dalam lomba "Pendamping Menulis" tahun 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun