Menyusun regulasi guna melindungi masyarakat dari bencana bukanlah tugas yang ringan, apatah lagi di daerah NTB yang sangat rentan terhadap pelbagai bencana alam. Perjalanan melahirkan Pergub 83, yang mengintegrasikan PRB ke dalam perencanaan desa, menjadi kisah panjang penuh kolaborasi, visi, dan dedikasi dari pelbagai pemangku kepentingan.
Jejakan awal muncul dari kenyataan bahwa masyarakat NTB setiap hari—gempa bumi, banjir, dan tanah longsor menjadi ancaman nyata yang bisa datang kapan saja.
Di tengah kondisi inilah, TPP Provinsi NTB, dengan Marzuki sebagai motor penggerak, mulai memikirkan cara guna memastikan bahwa setiap desa memiliki perlindungan yang lebih baik melalui perencanaan yang matang. Bersama TPP Kabupaten Lombok Barat, Lalu Arif Saptari, dan Sabirin, Marzuki memulai diskusi dengan pelbagai pihak untuk mencari solusi yang tepat guna menghadapi risiko yang ada.
Namun, gagasan itu tidak mungkin terwujud tanpa dukungan penuh dari Dinas PMD Provinsi NTB. Dinas mengambil peran sebagai katalisator, menyediakan arahan dan dukungan teknis yang diperlukan agar gagasan tersebut dapat beranjak menjadi regulasi konkret. Prosesnya tidak instan—ini adalah hasil dari serangkaian lokakarya, diskusi, dan pertemuan yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah seperti KONSEPSI, hingga perwakilan masyarakat desa.
Pucuk dicinta ulampun tiba, diskusi yang intensif akhirnya menghasilkan regulasi praktis dan sesuai kebutuhan lapangan. Melalui kolaborasi mendalam, semua pihak terlibat membawa pengalaman dan pengetahuan mereka guna merumuskan aturan yang efektif.Â
Fokus utamanya mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam RPJM Desa, dengan metode tagging kegiatan. Metode ini memudahkan identifikasi dan pelaksanaan program mitigasi, memungkinkan setiap desa dengan jelas melihat dan melaksanakan program yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana.
Mengawal Ketangguhan Desa: Peran Kunci TPP dan Dinas PMDÂ
Paska konsep dasar Pergub 83 dirumuskan, tantangan berikutnya yakni memastikan regulasi tersebut diimplementasikan dengan baik di desa-desa. Proses ini memerlukan dokumen yang solid, dan peran aktif dari para pemangku kepentingan yang memahami betul kondisi lokal dan kebutuhan masyarakat. Di sinilah peran TPP dan Dinas PMD Provinsi NTB menjadi sangat vital.
Marzuki, tokoh utama di TPP Provinsi, memimpin inisiatif menghubungkan kebijakan provinsi dengan realitas desa. Bersama Lalu Arif Saptari, Koordinator TPP Kabupaten Lombok Barat, dan Sabirin, TAPM yang fokus pada perencanaan desa, bekerja keras memastikan visi ketangguhan dalam regulasi dipahami dan diterapkan.
Dinas PMD Provinsi NTB juga memainkan peran penting dalam tahap implementasi ini. Sebagai fasilitator utama, mereka menyediakan kerangka kerja dan panduan yang diperlukan agar kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar. Empat kabupaten di Pulau Lombok—Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Lombok Utara—dipilih sebagai percontohan.Â
Dinas PMD memastikan bahwa kabupaten-kabupaten ini memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya yang diperlukan serta pemahaman yang cukup mengenai pentingnya integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan desa.