Dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi delapan tahun, RPJM Desa juga perlu diperbarui untuk mencakup dua tahun tambahan masa jabatan tersebut. Proses perubahan ini memberikan kesempatan emas bagi desa memperkuat integrasi aspek pengurangan risiko bencana ke dalam rencana pembangunan jangka menengah mereka.
Dalam konteks ini, Pergub 83/2023 menjadi rujukan penting memandu desa menambahkan elemen-elemen yang diperlukan, seperti (1) identifikasi risiko bencana di wilayah desa, (2) perencanaan mitigasi yang berkelanjutan, termasuk pembangunan infrastruktur yang tahan bencana, (3) peningkatan kapasitas masyarakat menghadapi bencana melalui pelatihan dan simulasi, dan (4) kolaborasi dengan berbagai pihak seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan lembaga terkait lainnya.
Pelaksanaan Pergub 83/2023 di 107 desa di Lombok menunjukkan komitmen kuat pemerintah daerah dan masyarakat desa menghadapi tantangan bencana. Desa-desa di Lombok Utara, misalnya, yang berada di kawasan rentan gempa, sudah mulai mengintegrasikan langkah-langkah mitigasi ke dalam pembangunan infrastruktur mereka.
 Di Lombok Barat dan Lombok Timur, beberapa desa telah memprioritaskan pembangunan tanggul penahan banjir serta penguatan tanah longsor.
Namun, tantangan masih tetap ada. Salah satu tantangan terbesar adalah kesiapan sumber daya manusia di tingkat desa. Meskipun Pergub ini memberikan pedoman yang jelas, pelaksanaannya di lapangan masih membutuhkan pendampingan dan sosialisasi yang lebih intensif.Â
Kepala desa, dengan masa jabatan yang lebih panjang, diharapkan berperan lebih aktif memimpin proses ini, namun mereka juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah daerah maupun lembaga non-pemerintah yang memiliki keahlian dalam pengurangan risiko bencana.
Peluang lain yang muncul adalah penguatan kelembagaan desa. Dengan adanya regulasi yang memperpanjang masa jabatan kepala desa, desa memiliki kesempatan membangun sistem yang lebih mapan dalam hal pengelolaan risiko bencana.Â
Lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa lainnya mesti dilibatkan secara aktif dalam setiap tahap perencanaan dan implementasi. Partisipasi masyarakat juga perlu ditingkatkan agar upaya pengurangan risiko bencana benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi mereka.
Selain fokus pada level desa, Pergub 83/2023 juga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, yaitu sinergi dengan RPJM Provinsi NTB dan RPJM Nasional, sebab pengurangan risiko bencana bukan hanya tanggung jawab desa semata, tetapi juga menjadi bagian dari upaya kolektif di tingkat regional dan nasional.Â
Integrasi kebijakan antara RPJM Desa dengan RPJM Provinsi dan Nasional dapat memperkuat efektivitas pelaksanaan pengurangan risiko bencana.