Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asrama U: Asrama Kenangan, Persaudaraan, dan Perjuangan

23 September 2024   08:53 Diperbarui: 30 September 2024   14:07 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sekitar pondok, terkadang ada anjing liar yang berkeliaran. Ketika anjing-anjing ini, entah bagaimana, berhasil masuk ke area asrama, kehebohan pun terjadi. Salah satu santri akan berteriak keras, "Acong tame! Acong tame! Impet gerbang!" (Anjing masuk! Anjing masuk! Tutup gerbang!). Teriakan ini spontan membangunkan santri-santri yang terlelap tidur. Tak ayal, mereka pun berlari mengejar anjing itu sampai hewan tersebut kebingungan mencari jalan keluar.

Asrama ini disebut asrama "U" sebab bentuknya menyerupai huruf "U", meski jika dilihat lebih dekat, ia sebenarnya lebih mirip segi empat dengan sedikit potongan di satu sisi sebagai pintu masuk. Asrama ini berdiri megah di masa lampau, menawarkan tempat berteduh bagi generasi muda yang haus akan ilmu agama dan kehidupan yang penuh tantangan. Bagi para santri senior, asrama ini bukan melulu tempat tinggal, tapi telah berubah menjadi "ruang" persahabatan, perjuangan, dan pembentukan karakter mereka berlangsung.

Di dalam bangunan asrama, terdapat 27 kamar, masing-masing berukuran sekitar 4 meter persegi. Meskipun sederhana, dengan lantai semen yang dingin dan atap tanpa plafon, bagi para santri saat itu, fasilitas ini sudah cukup mewah. Beberapa kamar dilengkapi dipan kayu sederhana sebagai tempat tidur, sementara sebagian besar lainnya hanya menggunakan tikar di lantai.

Suasana di asrama ini sangat khas. Teras depan kamar sering kali dipenuhi dengan berbagai aktivitas sehari-hari. Di sinilah para santri memasak makanan mereka, sekadar dengan peralatan sederhana seperti kompor minyak tanah. Asap yang tipis selalu melayang di udara saat pagi dan sore tiba. Di sini pula pakaian dijemur setelah dicuci dengan tangan di ember-ember kecil. Suasana kekeluargaan di asrama terasa kental, karena dalam kesederhanaan, mereka saling berbagi, entah itu makanan, pakaian, atau sekadar cerita tentang kehidupan.

Namun, saat tidak ada halaqah atau kegiatan belajar kitab, dari setiap kamar terdengar suara-suara khas para santri yang menghafal pelajaran baru atau mengulang hafalan lama (murajaah). Suara hafalan ini bagaikan simfoni yang menyatu, memberikan asrama itu kehidupan yang unik. Mereka berkompetisi satu sama lain, namun dengan tujuan yang sama: mendalami ilmu agama dan menguatkan keimanan.

Kehidupan Asrama: Sebuah Dunia Penuh Warna

Di balik keseriusan belajar, kehidupan santri di asrama ini juga penuh dengan momen-momen ringan dan lucu. Halaman luas yang terhampar di tengah asrama sering kali menjadi arena bermain bola bagi para santri. Dengan semangat yang membara, mereka mengejar bola yang meluncur di atas tanah berdebu, teriakan keceriaan mereka menggema di udara.

Ada satu kejadian lucu yang selalu dikenang oleh para santri senior. Di sekitar pondok, terkadang ada anjing liar yang berkeliaran. Ketika anjing-anjing ini, entah bagaimana, berhasil masuk ke area asrama, kehebohan pun terjadi. Salah satu santri akan berteriak keras, "Acong tamee! Acong tame! Impet gerbang!" (Anjing masuk! Anjing masuk! Tutup gerbang!). Teriakan ini spontan membangunkan santri-santri yang terlelap tidur. Tak ayal, mereka pun berlari mengejar anjing itu sampai hewan tersebut kebingungan mencari jalan keluar. Bagi santri, kejadian seperti ini menjadi hiburan tersendiri di tengah rutinitas ketat belajar dan ibadah.

Namun, ada pula sisi spiritual yang mendalam di balik kehidupan asrama ini. Setiap malam, menjelang waktu tahajjud, Tuan Guru Haji (TGH) Musthafa Umar Abdul Aziz, sang pengasuh pesantren, akan berkeliling ke setiap kamar. Dengan ketukan lembut di pintu kamar, beliau akan memanggil para santri dengan kata-kata penuh kasih, "Kum walad, kum walad..." (Bangun, anak-anakku, bangun...). Panggilan itu tidak hanya membangunkan fisik para santri dari tidur, tetapi juga jiwa mereka untuk senantiasa ingat akan pentingnya ibadah malam. Tahajjud, bagi mereka yang hidup di asrama ini, bukan hanya ritual, melainkan momen mendalam untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan ketulusan dan keistiqamahan yang dicontohkan langsung oleh sang Tuan Guru.

Persaudaraan yang Tak Tergantikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun