Mohon tunggu...
Imtiaz Habib L
Imtiaz Habib L Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student

Seorang Mahasiswa yang memiliki ketertarikan kepada Alam,Sejarah,Dunia,dan Masadepan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Help Me from Dreams?

6 Oktober 2024   22:36 Diperbarui: 7 Oktober 2024   01:31 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanah di sekitar mereka mulai bergetar, retak, dan dunia yang tadinya tenang dan damai mulai hancur. Pepohonan yang tadinya berdiri megah satu per satu tumbang, angin yang dulu sejuk kini berhembus dingin dan kencang, seolah ingin menelan segalanya.

"Aku tidak bisa meninggalkanmu!" seru Rangga, mencoba meraih tangan Senja yang mulai memudar. "Kita bisa bersama, di sini. Kita bisa bahagia."

Senja tersenyum lembut di tengah air matanya. "Rangga, aku hanyalah bagian dari mimpimu. Kau harus bangun. Dunia nyata menunggumu."

Air mata mulai mengalir di pipi Rangga. Semua perasaan yang ia pendam, semua kenangan yang ia bangun bersama Senja kini terasa seperti pasir yang perlahan tergelincir dari genggamannya. Ia ingin tetap di sini, bersamanya. Namun ia tahu, Senja benar. Dunia ini, seindah apa pun, hanyalah sebuah ilusi.

Dengan berat hati, Rangga menutup matanya, membiarkan dunia mimpi itu hancur perlahan di sekitarnya. Ia mendengar suara terakhir dari Senja, berbisik lembut, "Aku akan selalu ada di hatimu."

Ketika ia membuka matanya kembali, Rangga sudah terbangun di tempat tidurnya. Sinar matahari pagi menerobos jendela kamarnya, tetapi rasanya berbeda---dingin, jauh dari kehangatan yang ia rasakan bersama Senja. Tangannya masih terasa dingin, seolah baru saja melepaskan genggaman yang tak pernah benar-benar ada.

Di dalam hatinya, ada ruang kosong yang sulit dijelaskan. Kehidupan nyata kembali, tetapi cinta dan kehangatan yang ia rasakan bersama Senja kini menjadi kenangan yang perlahan memudar. Dan dengan air mata yang jatuh tanpa sadar, Rangga berbisik pelan, "Aku merindukanmu, Senja."

Tapi Senja hanyalah mimpi---seindah apa pun, itu tidak akan pernah bisa kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun