Mohon tunggu...
Ikhwan Mansyur Situmeang
Ikhwan Mansyur Situmeang Mohon Tunggu... -

Staf Pusat Data dan Informasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sinyo Harry Sarundajang: “Bupati/walikota Sering ‘Tak Mengacuhkan’ Gubernur”

28 Februari 2012   03:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:49 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fakta masalah lainnya ialah ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan konseptualisasi urusan wajib (obligatory functions) dan urusan pilihan (discreationary function) oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah; kekaburan pendefinisian tugas pembantuan dan dekonsentrasi; dan ketidakjelasan hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Selain perilaku “tak mengacuhkan” peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, fenomena lainnya lainnya adalah tidak ada kejelasan sistem rekruitmen kepala daerah/wakil kepala daerah, termasuk pembagian tugas dan wewenangnya, sehingga cenderung bias implementasinya yang mengakibatkan “kemesraan” kepala daerah dan wakilnya cepat berlalu.

Khusus menyangkut sumberdaya alam, pengelolaannya harus bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merujuk ke UU 32/2004 Pasal 2 ayat (4) dan (5). Kontroversi bagi hasil dan perimbangan keuangan (otonomi fiskal) terbukti hanya menguntungkan daerah-daerah kaya sumberdaya alam; desentralisasi pengelolaan sumberdaya alam dan potensi penghasilan lain, menimbulkan konflik kewenangan antarsesama daerah, utamanya yang berbatasan, antarkabupaten/kota dan provinsi, serta antardaerah dan pusat. Tetapi, UU 32/2004 tidak merekomendasikan otoritas lembaga yang menyelesaikan konflik antardaerah tersebut.

Perizinan juga sering tarik menarik

Menurutnya, demokratisasi dewasa ini menjadi tidak etis jika pemilihan kepala daerah menyertakan incumbent. Misalnya, ketika gubernur melakukan kunjungan kerja (kunker), ada bupati/walikota menginstruksikan jajarannya dari tingkat kabupaten/kota ke kelurahan/desa agar tidak menghadiri acara tersebut.

Sarundajang menawarkan solusi. Menurutnya, dibutuhkan ketegasan agar pelaksanaan tugas dekonsentrasi kementerian dan lembaga senantiasa melibatkan provinsi atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Pemerintah pusat (kementerian teknis) harus konsisten dan konsekuen menerapkan kebijakan implementatif di daerah yang mengatur mekanisme dan prosedur sektor/kementerian – gubernur - dinas teknis.

Kementerian teknis harus melepas “baju lama” yang menggunakan paradigma top-down, dan kementerian teknis harus menegaskan kepada instansi teknis di daerah agar dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi menempatkan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Selain itu, penguatan model pembagian general competence memberi kepada daerah yang benar-benar hak dan kompetensinya setelah terlebih dahulu memverifikasi hak dan kompetensi daerah otonom; memperkuat pelaksanaan desentralisasi asimetris yang berbeda bagi masing-masing daerah; memperjelas kewenangan setiap tingkat pemerintahan agar tidak tumpang tindih (overlapping) dan tidak terjadi kekosongan tanggung jawab.

Solusi lainnya, Sarundajang menegaskan, formula anggaran dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) harus memasukan dimensi kelautan yang satu kesatuan dengan dimensi daratan, baik untuk provinsi maupun untuk kabupaten/kota. Jika tidak, daerah kepulauan sulit mengejar ketertinggalannya dari daerah daratan. Dengan demikian, manajemen pemerintahan khusus wilayah kepulauan menjadi perlakuan khusus yang berbentuk kewenangan khusus kepada bupati/camat/kepala desa untuk menangani urusan-urusan tertentu, karena karakteristik daerah kepulauan yang sangat berbeda dengan daerah daratan.

Menurutnya, diperlukan aturan mengenai pengisian jabatan wakil gubernur jika terjadi kekosongan, karena wakil gubernur harus mengisi jabatan gubernur yang lowong kalau gubernur berhenti, meninggal dunia, atau diberhentikan.

Sarundajang berharap pikiran-pikiran yang disampaikan memiliki makna dan nilai, khususnya dalam penyempurnaan UU 32/2004. Memacu gerak pembangunan lokal, ia berharap DPD sebagai aspirator perjuangan daerah di pentas nasional agar lebih merepresentasikan kepentingan daerah. “Dan, menjadi jembatan bagi aspirasi masyarakat daerah dalam pembuatan kebijakan di tingkat nasional.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun