Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Pengasuh Ponpes Rumah Tahfidz Rahmat Palembang

Jurnalis, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan sekarang mengelola Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Rahmat Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gubernur Penggusur Tuhan

3 September 2022   11:03 Diperbarui: 3 September 2022   11:10 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seniman jangan cuma pacak minta fasilitas, tapi gunakan fasilitas yang ado. Cak mano aku nak memenuhi fasilitas yang lebih, kalu yang ado bae idak tepakai dengan maksimal. Jadi maksimalkan yang ada dulu. Tunjukkan karyamu. Mana karya seniman yang spektakuler. Nanti kalau kurang, bilang sama Pak Kepala Dinas Pariwisata, apa yang diperlukan akan kita cukupi!" tegas gubernur saat memberi sambutan di acara itu.

Malam itu, isi sambutan gubernur terdengar pedas di teliga seniman. Tak ada sambutan gubernur sebelumnya yang seketus malam itu. Nadanya tinggi. Dari ritme dan gaya bicaranya, ada kekesalan yang tersimpan di dada gubernur. Baru malam itu sepertinya ditumpahkan.

Bisa jadi gubernur kesal dengan sejumlah berita di media massa yang cenderung menyerang pemerintah provinsi. Hampir sejumlah media di kotaku memberitakan tentang lemahnya sikap pemerintah provinsi terhadap pemenuhan fasilitas seniman.

Di mata seniman, pemerintah provinsi dianggap kurang respek pada seniman. Sebab fasilitas gedung kesenian yang dibangun tidak memenuhi standar pementasan. Dana juga sangat terbatas. Atas dsar alasan itu, sejumlah kelompok seni yang tampil lebih memilih pentas di tempat lain dari pada di gedung kesenian. Para seniman menilai, ada beberapa auditorium yang dianggap lebih representatif untuk pementasan seni.

Belum lagi, pembangunan gedung kesenian yang jauh dari pusat dianggap para berdampak secara psikologis pada minat dan animo penonton.

Hal nyata sudah terbukti di beberapa event. Setiap kali pementasan teater, sendra tari, pameran dan sejenisnya, jumlah penonton tak memenuhi target. Apalagi pementasan di gelar pada malam hari. Baru terima undangan, muncul keluhan dari penonton. Ini terungkap di berbagai media massa di kotaku.

"Aih, jauh nian. Kak. Apolagi malam, kito ngeri. Daerah itu kalu malam sudah rawan. Tapi kalu siang mungkin kami akan datang," ujar Rima, salah satu seniman teater di kampusku pada satu kesempatan.

"Kalu siang mungkin banyak jugo penonton. Tapi kalu malam, wong tu malas. Selain jauh, di sano tu sepi, Kak. Kalu balek malam, kami-kami ini yang betino pasti ndak boleh sama ayah. Cubo kalu di pusat kota, kan lemak kito. Deket jugo," ujar Santi dan Andra, dua mahasiswi di kotaku, menolak datang karena alasan takut.

"Seharusnya Pak Gubernur bangun gedung kesenian di pusat kota bae, jadi lemak untuk latihan. Warga jugo dak kejauhan," ujar warga lainnya.

"Gedung kesenian itu tidak standar pementasan seni. Tapi lebih tepat untuk acara pernikahan. Dari perform-nya lokasi, tata ruang, lighting dan masih banyak lagi. Seharusnya Pak Gubernur sebelum membangun gedung itu konsultasi dulu, ya minimal ajak dulu seniman ngomong, gimana maunya. Tapi ini kan tidak! Tahu-tahu dibangun bae, dan mengabaikan ide dan gagasan seniman. Akhirnya seniman ya kecewa dengan gedung itu jadi sewaan perkawinan. Coba bandingkan dengan gedung kesenian Jakarta, Taman Ismail Marszuki, Teater Utan Kayu, tambah lagi Salihara, jauh kebanting gedung kita," ujar Johan, seniman musik yang sudah keliling Indonesia.

Semua kutipan yang ditulis media masaa di kotaku, sepertinya yang membuat menimbulkan gubernur menyerang balik ke seniman. Bongkahan argumentasi dan ketidaknyamanan pemberitaan tentang kesenian benar-benar diluapkan malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun