"Hah! tanya mau apa lagi?! Ya, kamu dan kawan-kawan akan kita laporkan ke polisi, karena kalian telah bersekongkol melakukan penggelapan uang masjid. Apa yang kamu lakukan itu, sama saja maling sudah tertangkap, kemudian uangnya dikembalikan. Pintar kamu, Amn. Tapi proses hukum tidak akan berhenti disini. Sebentar lagi, polisi akan menjemput kalian," Farhan seolah menang diatas angin.
"Sebentar," saya ikut nimbrung bicara.Â
"Kalau soal lapor polisi itu gampang. Tapi sekarang sebelum Farhan melaporkan kasus ini ke polisi, saya mau tanya dengan Farhan atau dengan lain. Kira-kira siapa diantara kalian yang benar-benar bersih dari dosa, sehingga semaunya menuduh orang melakukan penggelapan uang masjid?! Ayo siapa?! Kalian tahu, untuk apa uang masjid yang dipinjam Amn?! Untuk biaya operasi isterinya, karena janinnya harus diangkat demi keselamatan nyawa. Ini soal nyawa! Kalau hari itu tidak ada jaminan uang, rumah sakit tidak mau melakukan operasi. Makanya Amn dengan segera meminjam uang masjid itu," saya jelaskan dengan rasa kesal.
"Tapi itu namanya tetap saja mencuri!" Farhan masih mendesak pengakuan salah dari Amn. Saya kian meradang melihat sikap Farhan yang terlihat angkuh.
"Apapun tuduhannya, silakan! Tapi apa karena Farhan dan warga di kampung ini merasa paling bersih ketimbang Amn, sehingga kalian datang kesini ingin memenjarakan Amn dan kami semua?! Sekarang tolong mengaku, siapa diantara kalian yang benar-benar bersih dari dosa?! Siapa yang paling merasa suci?! Siapa?! Kamu Farhan!?" kali ini jarak muka saya dengan Farhan tinggal setengah jengkal. Hidung kami hampir bertemu.
"Kamu yang merasa paling suci, paling bersih, paling bermoral sehingga kamu semaunya mempermalukan Amn, hanya karena meminjam uang masjid tanpa izin?" saya berkeliling melihat tatapan ke setiap warga. Semua diam. Sebagian lagi berbisik. Diantara mereka ada yang membubarkan diri.
**
Suatu sore jelang magrib, saya berbincang santai dengan Amn di teras belakang rumahnya. Sebagian teman sore itu tidak datang, karena kami harus bertemu setelah maghrib di Masjid Al-Hikmah.
"Amn, apa yang kamu lakukan kemarin, tetap saja kesalahan berat. Kamu tidak bisa mengeluarkan uang tanpa prosedur administrasi masjid. Apa yang kamu lakukan itu, sama saja membuka ruang korupsi. Iya, kalau ketahuan seperti kemarin, kalau tidak, mungkin kamu hanya akan diam. Bukankah itu korup?" kata saya.
"Iya, kak. Aku paham. Tapi itu benar-benar diluar planing. Waktu itu aku pusing, nian mau kemana aku cari duit. Apalagi rumah sakit minta duit panjar. Makanya aku ambil risiko itu," ujar Amn menyadari kesalahannya.
"Kamu harus bersyukur, Amn. Sebab semua ini dibuka antar kamu dan kawan-kawan penyuluh. Persoalan Farhan dan warga kemudian itu, anggap saja itu pelajaran, buat kamu dan juga kami. Kalau sekarang terbongkar, itu karena Tuhan sedang menyelamatkan nama baik almarhum ayahmu, agar tidak rusak lebih besar lagi, gara-gara ulahmu. Jadi ini jasa baik dari almarhum.