"Bun, Allah itu Maha kaya, dan Allah pasti tidak ingin hamba-Nya miskin. Sekarang ayah tanyo samo Bunda. Bunda galak ndak kalau kito dibuat miskin oleh Allah?" tanya saya.
"Lho, tadi ayah kan ngomong kalau Allah tidak ingin hamba-nyo miskin. Kok malah balik tanyo?"
"Maksud ayah gini, lho. Kito, atau keluargao yang lain sudah pasti tidak ingin miskin. Bener, dak? Nah, kalau kito, gara-gara pengen nyekolahke anak kito ke pesantern yang bagus, sementara kuangan kito belum sanggup, laju kito buat keterangan miskin, terus disitu tertulis...
Yang bertanda tangan dibawah ini : Imron supriyadi, orang tua dari Annisatun nurul Alam, menyatakan bahwa kami benar-benar keluarga miskin atau keluarga tidak mampu, terus ayah tanda tangani. Apo itu ndak samo dengan peryataan diri kalau kito ini siap dibuat miskin oleh Allah?! Kalu itu kito lakukan, Bun, itu samo be kito ini di-stempel oleh Allah sebagai wong miskin dan tidak mampu. Itu samo be kito sudah merendahkan  Allah Swt yang Maha kaya.
"Tapi kato Ayah, Allah tidak menginginkan hamba-Miskin!" protes isteri saya.
"Bener, Bun, Allah memang menginginkan hamba-Nyo kayo, sejahtera. Tapi, kalau ado yang miskin, itu karena mereka menuahkan dir dari Yang Maha Kaya. Diantara kito jugo seringkali tanpa sengajo kito menyatakan miskin. Jadi bukan Allah yang mbuat kito miskin, tapi kito dewek yang menginginkan kito jadi wong miskin, sebab Allah hanya akan menjawab doa sesuai dengan persangkaan hamba-Nya terhadap Allah.
Sesaat kami terdiam. Saya hanya bermohon pada Allah agar kami diberi jalan terbaik atas semua persoalan yang kami hadapi. Sebab semua persoalan datang dari Allah, dan hanya Allah Sang Maha Penyelesai masalah atas hamba-Nya.
Ponpes Tahfidz Rahmat, Palembang, 31 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H