Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Pengasuh Ponpes Rumah Tahfidz Rahmat Palembang

Jurnalis, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan sekarang mengelola Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Rahmat Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Koruptor, Guru Agama Saya

5 Juni 2020   13:54 Diperbarui: 7 Juni 2020   10:09 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penangkapan puluhan koruptor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), belakangan menjadi perbincangan hangat di kampung saya. Hampir setiap malam, dari tukang becak, ulama, aktivis, wartawan, karyawan perusahaan, mahasiswa, maling kambuhan, mantan agen ganja sampai pekerja seks komersil turut angkat bicara.

Tentu dengan cara pandang dan ruang yang berbeda. Ada yang memuji ada pula yang menghujat. Sekali lagi, ini terjadi karena masing-masing teman saya punya sudut pandang dan argumentasi sendiri-sendiri.

"Kalau aku boleh memilih, lebih baik jadi koruptor dari pada jadi maling kambuhan," ujar Mat, yang baru satu minggu keluar penjara akibat ketahuan menjual ganja di sebuah sekolah SMA.

"Lho?!" salah satu di antara kami heran.

"Pencuri seperti aku, kalau tertangkap pasti nasibnya seperti rusa masuk perangkap singa. Muka babak belur. Hidung berdarah. Setiap pagi, bogem mentah polisi sudah pasti jadi sarapan pagi. Tapi kalau koruptor pasti dikawal ketat, didampingi oleh puluhan pengacara," ujar Mat semaunya.

"Kalau aku pilih jadi WTS, sebab aku memang tidak punya peluang jadi koruptor. Lain halnya kalau pegawai atau anggota dewan, selain punya peluang, kesempatan memang ada, jadi yak klop! Lha, kalau aku? Namanya juga lonthe, apa yang mau dikorup? Kondom?" Lin menimpali.

Semua tertawa. Kiai Majid hanya geleng-geleng kepala. Agak sulit menterjemahkan gelengan itu. Antara setuju dan tidak setuju.

"Memang itulah kondisi hukum kita. Tajamnya hanya ke bawah. Kalau keatas tumpul! Bahasa kerennya, hukum kita itu seperti piramida terbalik, menukik ke bawah, bukan ketas!" kata Adi, salah satu mahasiswa semester tiga jurusan jurnalistik.

"Tapi mahasiswa juga punya peluang korup, Bung!" kata Fer, salah satu buruh tambang Batubara yang kariernya tak naik-naik.

"Mahasiswa?!" Adi mengernyitkan kening. "Oke. Tapi tidak semua. Kalau korup paling-paling motong uang proposal, lain tidak," Adi setengah membela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun