Jika sedikit menilik kebelakang, banyak sekali catatan sejarah yang menceritakan keberhasilan kaum santri dalam berjuang menghadapi tantangan perubahan zaman dari masa ke masa.
Jika di Jawa sendiri, di awali dengan hadirnya wali songo di era Feodalisme yang secara radikal dapat melakukan islamisasi ke seluruh struktur masyarakat, mulai rakyat kecil sampai pemimpin kerajaan.
Kemudian, di era kolonialisme kaum santri juga termasuk kalangan yang paling sulit di taklukan oleh Belanda. Bahkan, selama abad ke 19 terdapat sekitar 112 pemberontakan melawan kolonialisme yang di pimpin oleh kaum santri. Termasuk perang Jawa yang di pimpin Pangeran Diponegoro yang terjadi pada tahun 1825-1830 Masehi dan dapat membuat Belanda kocar kacir, juga merupakan representasi perlawanan dari kalangan santri.
Kemudian setelah memasuki abad ke 20 zaman pun mulai berubah. Masyarakat pribumi mulai mengenal baca tulis sejak diterapkannya kebijakan politik etis atau politik balas budi. Sejak itu pula ruh-ruh nasionalisme mulai tumbuh. Kemudian masyarakat pribumi sadar, bahwasanya perlawanan melawan kolonialisme Belanda membutuhkan wadah yang di sebut dengan Organisasi.
Oleh sebab itu, banyak sekali organisasi-organsasi yang bermunculan, dan kaum santri pun juga tidak lepas dari itu. Seperti lahirnya Syarikat Dagang Islamiyah (SDI), dengan semangat keislamannya para saudagar islam bersatu akibat memanasnya persaingan dagang antara pribumi dengan penduduk Tionghoa peranakan. Kemudian SDI mengubah nama organisasinya menjadi Syarekat Islam (SI). H
Haluan organisasinya yang awalnya hanya fokus pada sosial dan ekonomi, berubah menjadi politik dan agama. Dengan maksud menyumbangkan sepirit perjuangan islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut.
Syarekat Islam berkembang dengat sangat pesat ketika di pimpin H.O.S Tjokoaminoto. Namun seiring berjalannya waktu H.O.S Tjokroaminoto dianggap kurang radikal dalam menghadapi kolonialisme belanda.Â
Dari situlah terjadi perpecahan di kubu SI menjadi dua kelompok, yakni SI putih yang dipimpin H.O.S Tjokroaminoto dan SI merah di pimpin Semaon yang pada saat itu memiliki jabatan sebagai ketua SI Semarang. SI merah inilah cikal bakal berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain SI, organisasi islam yang sampai saat ini kita kenal adalah Nadlotul Ulama' (NU) dan Muhammadiyah.
Di era Revolusi santri juga memiliki peran dalam menghadapi tantangan perubahan zaman. Seperti dalam perumusan dasar negara kita, kaum santri yang dalam hal ini diwakili oleh KH Wahid Hasyim, turut andil dalam mengambil kebijakan untuk Indonesia kedepannya di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).Â
Selain itu, dalam sidang PPKI, KH Wahid Hasyim mampu membuktikan dirinya sebagai seorang tokoh yang mampu menjebatani ketegangan diantara tokoh bangsa yang berdebat mengenai dasar negara Indonesia. Bahkan KH Wahid Hasyim mampu memberikan solusi yang terbaik bagi bangsa ini terkait isi kandungan sila pertama dari Pancasila.
Selain berjuang secara gagasan, kaum santri juga turut berjuang secara fisik. Atas insturksi pendiri NU, Â KH Hasyim Asy'ari memberi seruan jihad akibat kembalinya penjajah Jepang yang datang untuk menginvasi Indonesia. Ketika itu, KH Hasyim Asy'ari mengirim surat kepada para kiai dan santri untuk melakukan rapat guna membahas ide tersebut. Atas undangan tersebut, para kiai se-Jawa dan Madura berkumpul di kantor ANO, Jl. Bubutan VI/2 Surabaya pada 21 Oktober 1945 untuk membahahas Resolusi Jihad.Â