Mohon tunggu...
M Imron Fauzi
M Imron Fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Pedagang Kecil

Duniaku BUMI MANUSIA dengan segala persoalannya. -Minke

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Sosok Syekh Nawawi Al Bantani, Ulama Nusantara Yang Mendunia

11 September 2020   10:58 Diperbarui: 11 September 2020   13:12 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah intelektual Indonesia sudah mencetak nama-nama besar bertaraf internasional, salah satu yang paling populer adalah Syekh Nawawi Al-Bantani. Beliau merupakan salah satu sufi Nusantara yang sangat kharismatik. Bagi kita, khususnya kalangan santri, sudah pasti banyak yang mengkaji karya-karya beliau. 

Sebab, karya intelektual Syekh Nawawi Al-Bantani terdapat sekitar 115 kitab, yang meliputi ilmu fiqih, tauhid, tafsir, tasawuf dan hadis. Karena begitu banyaknya karya Syekh Nawawi Al-Bantani yang dikaji di pondok pesantren, sampai ada yang menyebutnya sebagai Bapak kitab kuningnya Indonesia. Kita sebagai warga negara Indonesia, haruslah bangga terhadap Syekh Nawawi Al-Bantani, karena beliau adalah ulama besar asli Nusantara yang diakui oleh dunia.

Nama lengkap beliau adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil Al-Jawi Al-Bantani, lahir di Tanara Tirtayasa Serang Banten pada sekitar tahun 1230 H/1813 M, dan wafat di Mekkah pada tahun 1314 H/1897 M. Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan keturunan kedua belas dari Syekh Maulana Syarif Hidayatullah, sisilah tersebut terus keatas sampai Nabi Muhammad SAW.  Kemudian jika silsilahnya ditarik kebawah, Syekh Nawawi Al-Bantani adalah kakek buyutnya Wakil Presiden Republik Indonesia, KH. Ma'ruf Amien. 

Berikut ini adalah silsilah Syekh Nawawi dari jalur ayahnya sampai ke Nabi Muhammad SAW. Diantaranya sebagai berikut, Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil bin Tajul Arsy Tanara bin Maulana Hasanuddin Banten bin Maulana Syarif Hidayatullah Cirebon bin Maulana Jamaluddin Akbar Husain bin Imam Sayyid Ahmad Syah Jalal bin Abdullah Adzmah Khan bin Amir Abdullah Malik bin Sayyid Ali Khali Qasim bin Sayyid Alwi bin Imam Ubaidillah bin Imam Ahmad Muhajir Ilallahi bin Imam Isa an-Naqib bin Imam Muhammad Naqib bin Imam Ali Aridhi bin Imam Jafar ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain bin Sayyidatuna Fathimah Zahra binti Muhammad Rasulullah SAW.

Di usia muda, Syekh Nawawi Al-Bantani sudah di didik ilmu agama oleh ayahnya dan Kiyai-kiyai di Jawa. Kemudian pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi Al-Bantani pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji serta untuk menimba ilmu. Setibanya di Mekah, Syekh Nawawi al-Bantani belajar kepada beberapa ulama ternama pada zaman itu, di antara mereka yang namanya tercatat adalah Syekh Ahmad an-Nahrawi, Syekh Ahmad ad-Dimyati, Syekh Muhammad Khathib Duma al-Hanbali, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki, Syekh Zainuddin Aceh, Syekh Ahmad Khathib Sambas, Syekh Syihabuddin, Syekh Abdul Ghani Bima, Syekh Abdul Hamid Daghastani, Syekh Yusuf Sunbulawani, Syekhah Fatimah binti Syekh Abdus Shamad al-Falimbani, Syekh Yusuf bin Arsyad al-Banjari, Syekh Abdus Shamad bin Abdur Rahman al-Falimbani, Syekh Mahmud Kinan al-Falimbani, Syekh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani.

Secara sanad dalam bidang keilmuan dan keislaman, Syekh Nawawi Al-Bantani masuk dalam  Thabaqah yang ke XIII. Berikut ini penulis kutibkan silsilah Thabaqah, mulai thabaqah ke VIII hingga Thobaqah ke XIV.


Thabaqah yang ke VIII adalah Sirajuddin Al-Bulqini ( w. 80 H), Zainuddin Al —Iraqi (w 806 H), Ibn Al-Muqri (w. 937 H), Syihabuddinar-Ramlu (w. 844 H), Ibn Ruslan (w. 844 H), Ibn Zahrah (w. 848 H), Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H), Jalaluddin Al-Mahalli (w. 864 H)  dan Kamaluddin Ibn Imam Al-Kamiliyah (w. 994 H). 

Kemudian Thabaqah ke IX adalah Jalaluddin As-Syuti (w. 911 H), Al-Qusthalani (w. 923 H), Zakariya Al-Anshari (w. 928 H), Zainuddin Al-Malibari (w. 972), Abdul Wahhab As-Syarani (w. 973 H), Ibn Hajar al-Qasim al-Ubbadi (w. 994 H). Thabaqah ke X adalah Syamsuddinar-Ramli (w. 1004 H), Abu Bakar As-Swinwani (w. 1019 H), Syibabuddin As-Subki (w. 1032 H), Ibn Alan Al-Makki (w. 1057 H), Ar-Raniri (w. 1068 H), Syihabuddin Al-Qulyubi (w. 1070 H), Muhammad Al-Kaurai (w. 1078 H), Ibrahim Al-Maimni (w. 1079 H), Ali as-Syibramalisi (w. 1078 H), Abdurrauf al-Famshuri (w. 1094 H). Thabaqah XI adalah Najmuddin Al-Hifni (w. 1101 H), Ibrahim Al-Kaurani (w. 1101 H), Ilyas Al-Kurdi (w. 1138 H), Abdul Karim As-Syarabati (w. 1178 H), Jamaluddin Al-Hifni (w. 1178 H), Isa Al-Barmawi (w. 1178 H), Athiyah Al-Ajhuri (w. 1190 H), dan Ahmad as-Syuja'i (w. 1197 H).

Thobaqah XII adalah Abdussamad Al-Palimbani (w. 1203 H), Sulaiman Al-Jamal (w. 1204 H), Sulaiman Al-Bujairimi (w. 1221 H), Arsyad Al-Banjari (w. 1227 H), Muhammad As-Syinwani (w. 1233 H), Muhammad Al-Fudhali (w. 1236 H), Khalid An-Naqsyabandi (w. 1242 H), Abdurrahman Ba'lawi al-Hadrami (w. 1254 H), Khatib As-Sanbasi (w. 1289 H), dan Ibrahim al-Bajuri (w. 1276 H). 

Kemudian Thabaqah XIII adalah Zaini Dahlan (w. 1303 H), Al-Bakri Muhammad Syatha (w. 1310 H), Nawawi Al-Bantani (w. 1315 H), Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (w.1334 H), Mahfuzh At-Tarmasi (w. 1338 H), Ahmad Khalil al-Bangkalani (w. 1345 H), Yusuf bin Ismail Al-Nabhani (w. 1350 H).S Selanjutnya untuk Thabaqah XIV, sampailah pada pendiri Jam'iyyah Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy'ari (w. 1367 H). 

Kemudian, sebagaimana yang tertulis dalam silsilah sanad Kitab Bukhori, Shohih Muslim dan Ihya Ulumiddin, silsilah tersebut berlanjut ke Kiyai Jauhari Zawawi (Kencong Jember). Kemudian turun ke Kiyai Khotib Abdul Karim (Curahkates Klompangan Ajung Jember), turun lagi ke Kiyai Samani (Curahkates Klompangan Ajung Jember), hingga kemudian sampailah pada Almukarom KH. M. Imam Ghozali Masduqi (pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Sabrang Ambulu Jember).  

Pencariannya terhadap ilmu pengetahuan tidak berhenti di Mekah saja, namun Syekh Nawawi juga menimba ilmu ke negara-negara lain seperti Mesir dan Suria. Kemudian setelah ilmunya bertambah, beliau dipercaya untuk  mengajar di Masjidil Haram. Ketika masa itu, Masjidil Haram merupakan satu-satunya tempat favorit untuk menimba ilmu. Murid Syekh Nawawi tidak hanya orang Indonesia saja, namun para pelajar dari berbagai negara.

Setelah selesai menimba ilmu, murid Syekh Nawawi Al-Bantani banyak yang menjadi pembesar serta menjadi penggerak perubahan. Diantaranya ialah KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Syekhana Khalil (Bangkalan), Thahir Jamalauddin (Singapura), Abdulkarim Amrullah (Sumatera Barat), KH Asyari (Bawean), KH Tb Asnawi (Caringin Banten), KH Ilyas (Kragilan Banten), KH Saleh Darat (Semarang), KH Najihun (Tangerang), KH Abdul Ghaffar (Tirtayasa Serang), KH Tb Bakri (Sempur Purwakarta), KH Dawud (Perak Malaysia), Haji Wasit (Banten) dan masih banyak lagi.

Banyak orang yang menyebut Syekh Nawawi Al-Bantani sebagai Sayyid Ulama al-Hijaz, sebab ia memiliki posisi intelektual terkemuka di Timur Tengah. Nama Syekh Nawawi Al-Bantani tidak hanya tersohor di daerah Arab Saudi saja, namun juga di Syiria, Mesir, Turki dan Hindustan. Selain itu, Syekh Nawawi Al-Bantani juga menjadi salah satu ulama yang paling berperan dalam proses transmisi Islam ke Nusantara.

Meskipun Syekh Nawawi Al-Bantani memiliki kesibukan mengajar dan menjadi imam di Masjidil Haram, namun beliau tetap memiliki perhatian besar kepada bangsa Indonesia. Bagi Syekh Nawawi, masyarakat Islam di Indonesia harus dibebaskan dari belenggu kolonialisme dan imperialisme. Sebab, jika Indonesia bisa merdeka, ajaran Islam akan mudah dilaksanakan di Nusantara. Melalui beberapa muridnya yang berasal dari Indonesia, Syekh Nawawi selalu memantau perjuangan yang terjadi di tanah air.

Syekh Nawawi Al-Bantani pernah memfatwakan HARAM bekerja sama dengan penjajah. Fatwa inilah yang melahirkan pemberontakan petani di Banten, pada tanggal 09 Juli 1888, yang dipimpin oleh murid Syekh Nawawi Al-Bantani yang pernah menimba ilmu di Mekah. Di antara mereka yang dianggap sebagai pemimpin perlawanan petani di Cilegon Banten ialah Haji Wasit, Haji Abdur Rahman, Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qasir, Haji Aqib dan Tubagus Haji Ismail. 

Selain itu, fatwa tersebut juga yang menjadi pegangan Syekh Hasyim Asy'ari dalam memperjuangkan kemerdekan negara Indonesia. Bahkan fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 di Surabaya tak lepas dari kerangka fiqh serta landasan berfikir Syekh Nawawi Al-Bantani.

Wallahu'alam...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun