Mohon tunggu...
imroatul hamidah
imroatul hamidah Mohon Tunggu... Desainer - saat ini saya bekerja sebagai freelancer

saya adalah seorang freelancer yang sangat menyukai membaca. saya menyukai ide-ide dan hal baru untuk dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Megengan", Tradisi Berbagi Kue Tradisional untuk Menyambut Ramadhan

13 Maret 2023   21:53 Diperbarui: 13 Maret 2023   22:06 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kue tradisional Indonesia pada acara megengan (sumber gambar: iderecipe.com)

Megengan merupakan tradisi selamatan yang diwariskan secara turun temurun, dan dilakukan oleh masyarakat tepat sebelum datangnya bulan Ramadhan. Atau lebih tepatnya, tradisi megengan ini dilakukan saat bulan Sya'ban. Tradisi megengan bisa ditemukan di daerah jawa tengah dan jawa timur.

Tujuan melakukan megengan adalah sebagai simbol harapan agar diberi keselamatan dan selalu dalam kebaikan selama bulan Ramadhan. Serta sebagai pertanda bahwa bulan suci Ramadhan akan segera tiba.

Tradisi megengan awal mulanya berasal dari akulturasi budaya yang dilakukan oleh walisongo dalam menyebarkan agama Islam. Dahulu, masyarakat Jawa sering melakukan pemberian persembahan berupa sesajen saat memperingati hari-hari penting. Lalu walisongo mengganti kebiasaan tersebut dengan berbagi makanan. Hal ini dilakukan agar agama Islam mudah diterima oleh masyarakat Jawa.

Meskipun memiliki nama, makna, dan tujuan yang sama, namun cara melakukan megengan di beberapa daerah yang ada di Jawa Timur memiliki perbedaan. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Malang.

Di Kabupaten Malang, megengan biasanya dilakukan dengan berbagi kue tradisional. Selain dilakukan untuk menyambut bulan Ramadhan, hal ini juga dilakukan untuk tetap melestarikan jajanan tradisional yang kita miliki agar tidak sampai terlupakan.

Waktu pelaksanaan megengan juga bisa dilakukan kapan saja. Namun, biasanya masyarakat kabupaten Malang lebih suka melaksanakan megengan pada tiga minggu sebelum Ramadhan. Ada juga yang memilih melaksanakan megengan beberapa hari menjelang Ramadhan tiba.

Dengan waktu pelaksanaan yang berbeda, akan membuat makanan menjadi bisa dikonsumsi semua. Sehingga tidak ada makanan yang terbuang dan menjadi mubazir. Karena biasanya jika dilakukan secara bersama-sama, maka orang akan bosan dan tidak mampu untuk memakan semua makanan yang ada. Hingga akhirnya makanan menjadi basi dan dibuang.

Pelaksanaan megengan ini juga tidak dilakukan dengan berkumpul dan makan bersama, seperti yang dilakukan di daerah lain di Jawa. Melainkan, mereka akan membagi-bagikan kue tersebut ke tetangga sekitar. Tentunya setelah mereka membacakan doa kepada Allah SWT.

Jenis kue tradisional yang dibagikan oleh setiap rumah biasanya juga berbeda-beda, sesuai keinginan mereka dan tidak ada patokan atau ketentuan mengenai kue apa yang harus mereka berikan. Biasanya dalam satu piring yang dibagikan, ada beberapa jenis kue tradisional. Umumnya kue tradisional yang mereka buat adalah pisang goreng, klepon, dadar gulung, agar-agar, kue cucur, ketan kicir, dan lainnya.

Kue khas megengan

Ada satu kue khas yang harus selalu ada saat megengan, yaitu kue apem. Kue apem adalah kue yang selalu ada saat peringatan hari penting dalam masyarakat Jawa. Selain saat megengan, kue apem biasanya juga dibuat saat peringatan kematian seseorang.

Nama kue apem sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu, afun/afwan/afuwun, yang memiliki arti maaf/ampunan. Akan tetapi agar lebih mudah diingat dan mudah diucapkan, akhirnya disebutlah dengan apem.

Kue apem dibuat sebagai simbol permohonan maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kesalahan yang telah dilakukan. Nah, kue apem selalu ditambahkan saat mengadakan suatu peringatan kematian atau saat megengan karena masyarakat ingin memohon ampunan.

***

Hal yang membuat saya sangat bersemangat menjelang Ramadhan selain karena Ramadhan dan Sya'ban adalah bulan yang mulia, juga karena adanya tradisi megengan. Sehingga saya bisa memakan kue tradisional yang tidak bisa saya temukan setiap harinya, kecuali jika pergi ke pasar atau ke toko jajanan tradisional.

Meskipun kita bisa membeli kue tradisional di pasar atau toko kue dan membuat kue tradisional kapanpun kita mau, namun rasanya tidak akan begitu istimewa seperti saat mendapatkannya dari megengan. Hal ini karena momen dan makna dari sebuah tradisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun