Mohon tunggu...
Politik

Mengukur Kekuatan Politik Susi

22 Agustus 2017   21:44 Diperbarui: 23 Agustus 2017   10:35 1906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Susi Pujiastuti, sang Menteri KKP, dibela jutaan orang di medio sosial berkaitan dengan serangan-serangan politik terhadapnya. Dari mulai soal kapal asing, isu cantrang, pengelolaan ikan oleh asing hingga persoalan garam, dihantamkan kepadanya dua tahun belakangan ini. Susi didukung oleh kekuatan media, baik lokal maupun internasional, yang tidak habis-habisnya terus mempublikasikan sikap dan kebijakannya yang walaupun kontroversial tetapi dianggap memiliki semangat nasionalisme dan peduli lingkungan. 

Dalam isu nasionalisme, tentu saja kebijakan Susi mendapatkan dukungan banyak orang, terutama berkaitan dengan persoalan ilegal fishing dan penolakan pengelolaan ikan oleh pihak asing. Dalam hal lingkungan hidup, Susi kembali mendapatkan dukungan, kali ini bukan hanya dari rakyat didalam negeri saja tetapi juga dari banyak pihak di luar negeri. Susi yang dipandang sedang berhadapan dengan tembok tebal, perlawanan justru dari beberapa pihak yang ada didalam barisan pendukung pemerintah, sementara lolos karena dukungan publik yang masif dan sporadis. Apakah strategi ini dapat dipertahankan untuk "pertarungan jangka panjang"? Marilah kita mulai membuat pemetaan terhadap kekuatan politik Susi tersebut.

MELOLOSKAN SUSI DALAM PERANG PENDEK

Susi beberapa kali dihantam isu terkena reshuffle kabinet. Tetapi untuk kesekian kalinya, lewat pertarungan media yang masif, Susi 'terselamatkan'. Jika kita melihat fakta tersebut, maka secara terang benderang, orang-orang disekelilingnya sangatlah reaksioner. Mereka membiarkan persoalan yang sama terjadi berulang-ulang, dan tetap menempatkan Susi sebagai garda terdepan pertarungan. Padahal, seharusnya, Susi sebaiknya bukanlah pihak yang menghadapi pertarungan itu. 

Susi adalah menteri, pengambil kebijakan, maka ia tidak boleh terus menerus membiarkan dirinya secara solo membela kebijakannya sendiri. Pengambilan kebijakan secara organisatoris tersebut seharusnya dibela, jika ada tentangan, oleh organisasi yang bersangkutan atau setidaknya oleh orang-orang disekeliling Susi dalam lingkup lembaga KKP. Hampir tidak ada pernyataan yang cukup signifikan yang dikeluarkan oleh orang-orang dalam KKP, terkait "counter-issue" kepada serangan politik terhadap kebijakan Susi. Humas KKP hampir tidak pernah membela kebijakan Susi, padahal itu kebijakan organisasi KKP. Dirjen atau direktur terkait didalam KKP juga idem, terkesan adem-adem saja dan asik dengan kegiatannya sendiri. Susi dibiarkan bertarung untuk gagasan dan kebijakannya sendiri. Bagusnya, publik secara masif memperlihatkan dukungan yang cukup besar kepada Susi.

Mungkin lawan-lawan politik Susi terkaget, karena kemudian mereka berhadapan dengan orang begitu banyak, bukan Susi seorang. Tapi, setelah kesekian kalinya, akankah pola dan strategi ini dapat dipergunakan lagi untuk melindungi Susi dari serangan politik? Karena biasanya pertarungan politik via media, baik media mainstream maupun media sosial, hanya dapat dipergunakan untuk pertempuran jangka pendek, untuk perang pendek. Meloloskan Susi dalam perang pendek dengan menggunakan media, hanya bersifat sementara dan absurd, mengingat para pendukung tidak diketahui siapa, dimana dan bukan tidak mungkin hanya anonim. Dapatkah mereka kembali dipersatukan dalam barisan yang sama apabila Susi menemui perlawanan kembali? Belum tentu.

MENJAHIT BARISAN

Susi bertahan di kabinet, setidaknya untuk sementara ini. Siapa yang membantu Susi agar ia diperhitungkan oleh orang-orang yang ingin menjungkalkannya? Bukan kementerian yang dipimpinnya, tetapi justru oleh orang banyak yang bersimpati kepada semangat dan konsistensi kebijakannya. 

Seberapa lama mereka bisa tetap membela Susi? Tidak akan dapat diukur karena dukungan publik via media bukanlah dukungan yang stabil, dukungan yang amat cair dan linear. Susi bisa mendapatkan dukungan jutaan orang hari ini, tapi bisa pula tidak ada yang mendukung sama sekali jika dukungan yang diperolehnya tidak segera ia jahit dalam beberapa kerja terukur di tataran basis jaringan. Susi toh tidak pernah tahu, kapan serangan politik kembali menghantam dia, mengingat dapat dipastikan para pihak yang ingin menjatuhkannya tetap mengintai.

Susi harus bergerak, pertama ia harus membereskan barisan didalam KKP yang acuh, main aman dan lebih suka "ngintil" dia kemana-mana saat kunjungan. Susi perlu membentuk 'die-hard' dalam barisannya. Amatlah lucu, jika orang-orang diluar KKP membela Susi mati-matian, bahkan head to head dengan para politisi yang mengganggu Susi, tetapi orang-orangnya di kementerian KKP memilih adem ayem.

Susi menguasai panggung, siapapun tahu itu. Di kalangan kampus, Susi cukup mendapatkan apresiasi, dikalangan nelayan Susi juga cukup mendapatkan dukungan, tetapi dikalangan penggiat politik Susi miskin dukungan. Tidak banyak aktivis yang bersedia pasang badan berhadapan dengan Daniel Johan, politisi PKB dalam kasus cantrang, atau mengkritik Luhut Binsar Panjaitan dalam perkara ide pengelolaan ikan oleh asing. Mereka tidak terjahit. Ketika Susi dihantam lawan-lawan politiknya, bahkan nelayan yang selama ini mendukungnya, tidak bergerak jika tidak disambangi, mereka pun tidak terjahit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun