"Laki laki tak butuh puisi, mereka hanya butuh kamu memakai bedak, mengoleskan gincu, bermain main dengan alis dan jenis keindahan lainnya yang memuaskan mata"
"Laki laki tak butuh kau puja hingga keluar air mata, mereka hanya butuh kau bermanis manis, bertingkah manja layaknya seorang anak yang hilang persediaan permennya. Laki laki tak butuh rayuanmu, mereka hanya butuh kau enak dilihat, sedap untuk dimiliki dan menyenangkan ketika dimintai sesuatu"
"Laki laki tak butuh kecerdasanmu, mereka suka jika kamu semakin bodoh. Mereka senang jika kau lebih mudah dibodohi. Mereka tak butuh pengetahuan filsafat, astronomi, fisika dan bahkan sejarah seperti yang kau pelajari mati matian. Mereka hanya butuh sedikit yang ada di kepalamu, sebuah jawaban dari pertanyaan 'Kamu makan apa?' tanpa pandangan filosofi bertele tele di dalamnya"
"Laki laki itu tak butuh kamu, segala sesuatu yang ia inginkan ada pada orang lain"
Pintu ditutup, pemantik dinyalakan, cerutu menyala, asap melambung, dadaku tersengal, napas tertahan, udara menyesak, waktu berhenti sejenak, embun berlarian, angin menertawai, jam dinding terus berdetak, katak melompat jauh, hening menyesap, lampu padam.
"Kamu perempuan, kamu tak butuh laki laki. Hiduplah dengan kemerdekaanmu sendiri. Belajar apa saja yang kamu, bukan semata mata untuk memikat lelaki. Tetapi ingatlah bahwa hidup ini keras, hujan akan datang di mana mana, di seluruh penjuru dunia. Kamu harus berdiri di atas prinsip dan peganganmu sendiri"
"Pulanglah ke duniamu sendiri, buatlah puisi puisi, ceritakan apa yang ada di alam pikiranmu pada dunia, masaklah kedewasaanmu pada bejana bejana yang Tuhan sediakan untukmu. Anak anakmu butuh ibu yang mampu mendongeng, mereka butuh kau yang cerdas dan tangkas bercerita"
Gelap, runyam, teraduk, terantuk.
"Merebahlah pada lelaki yang mampu bertumbuh dari bawah, yang mau berbenah. Jatuh cintalah pada rencana rencana hebatnya, juga usahanya untuk mewujudkan itu. Merangkaklah dengan hati hati. Kau tidak perlu terburu buru, semua butuh waktu"
"Kamu perempuan, kamu tak butuh laki laki yang lemah. Segeralah angkat lututmu, tak pantas kau rendahkan harga dirimu di bawah ketiak manusia yang tak punya hati. Kasihanilah dirimu sendiri. Meredalah, kau tak boleh kalah, jangan biarkan laki laki yang telah melepasmu tak menyesali keputusannya"
Cerutu masih di bibir, darah masih saja anyir, raut kusut, tangan keriput, tua mendekap, pening menggelinding, gigi gemeletuk, ketukan berderap, Puan bangkit, tumbangkan air matanya.
Lampu menyala, kursi telah kosong.
Percakapan dengan malaikat selesai, meninggalkan berpuluh puluh puntung rokok di atas asbak. Debunya menyebar ke mana mana.
Puan tersenyum.
Kakinya ringan melangkah.
Lampu dimatikan, pintu dibuka.
Puan keluar, pintu ditutup kembali.
Ruang percakapan dengan malaikat dikunci, Puan melangkah pergi.
      "Laki laki tak butuh puisi"
      "Simpan kemampuanu untuk memikat hati calon anakmu nanti"
      "Laki laki tak butuh cerita"
      "Anak anakmu butuh ibu yang pandai mereka reka"
      "Laki laki tak butuh rayuan"
      "Suatu hari nanti anak anakmu harus mampu kau takhlukan dengan kata kata manis sebelum tidur siang dimulai"
-
Malang
20.45
Monday 7 January 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H