"Manusia macam apa aku ini? Jana.. aku selalu membuatmu menangis. Aku ini pantas kau hilangkan, kamu pantas mendapatkan yang lebih dari aku"
Aku muak dengan kalimat yang baru saja ia lontarkan.
Senja menghantarkan rona jingga, juga membawa gerimis tipis tipis. Membasahi rambutku, juga menyamarkan tangisan yang lagi lagi kuidap.
Dia hisap kembali benda yang kubenci itu, asapnya lewat di depanku.
"Jana, pulanglah. Ada peluk Bapak yang menunggumu. Ibumu selesai menggoreng pisang, kamu harus pulang karena sebentar lagi turun hujan, aku tak ingin kau sakit"
Aku sudah menggigil dari satu jam yang lalu. Tidak apa apa, aku merasa sangat hangat jika berada di samping orang ini. Aku tahu hatinya sangat dingin, namun molekulnya mampu kuindera dengan jalan apapun. Aku tahu di sana ada bahagia yang harus kutelusur, walaupun dia telah menutup rapat rapat semua pintu hanya demi satu alasan 'Dia ingin melihatku berbahagia dengan yang lain'.
"Aku mau ikut kemana pun kamu pergi" kataku.
"Aku ingin mengalah asalkan kau biarkan ikut melangkah"
"Aku akan terus mengikutimu bergerak meski harus merangkak"
"Aku mencintaimu dari semenjak kau belum menjadi apa apa dan telah menjadi apa apa"
"Aku mau ikut kamu, aku mau ikut matamu. Aku mau patuh pada kau yang membuatku utuh. Aku mau segalanya yang tercipta oleh tanganmu. Aku mau menikmati setiap detik dengan orang yang kucintai"