Sabtu, 19 Oktober pukul 10 pagi saya dikejutkan oleh panggilan masuk di handphone. Panggilan itu berasal dari Ibu saya. Saya angkat kemudian Ibu menanyakan kepada saya apakah saya pernah meminjam uang secara online melalui aplikasi Kredit Pintar?Â
Saya jawab tidak karena saya tak pernah berminat mengambil pinjaman uang apalagi secara online. Kemudian saya bertanya balik mengapa ibu bertanya itu kepada saya? Ibu menjawab bahwa ada seorang karyawan dari perusahaan Kredit Pintar menunjukkan data berupa foto KTP dan foto saya sedang memegang KTP dengan status sebagai orang yang meminjam uang dalam aplikasi online Kredit Pintar sebesar 700 ribu rupiah dan telat melunasi hingga dua bulan yang berakibat membengkak biaya yang harus dilunasi sebesar 1.200.000 rupiah.
Saya heran, benar-benar saya tidak pernah berminat dan tidak pernah memakai jasa peminjaman uang online tersebut. Saya teringat beberapa bulan yang lalu bahwa ada seseorang yang menghubungi saya melalui aplikasi Whats App.Â
Katanya dia dari Kalimantan ingin membeli batu permata yang saya iklankan di OLX. Orang itu ingin saya mengirim batu cincin yang hendak dibelinya ke alamat rumahnya, Kalimantan.Â
Ia menunjukkan KTP nya sebagai bukti penguat bahwa alamat rumahnya benar-benar di Kalimantan dan ia serius membeli cincin saya dengan memberikan identitasnya secara gamblang.
Namun, saya punya aturan main dalam perdagangan, yakni jika harus dikirim ke pembeli, saya menyediakan aplikasi Buka Lapak guna membuka rekening bersama yang mampu memperkecil resiko penipuan dan tindak kriminal lainnya.Â
Orang tersebut menolak tawaran rekening bersama yang saya ajukan dengan dalih ia tidak mempunyai aplikasi tersebut dan tidak dapat mengoperasikan aplikasi tersebut. Kemudian dia meminta nomer rekening serta foto KTP saya.Â
Dengan polosnya, saya memberikan foto KTP kepadanya. Namun, ia meragukan keaslian KTP saya. Dia meminta agar saya foto dengan pose memegang KTP. Saya lakukan sesuai perintah dia (meskipun ragu, saya melakukan hal tersebut karena memang butuh uang dan ingin segera mendapat keuntungan dari hasil penjualan cincin).Lalu, setelah saya kirim, tidak ada percakapan yang berlanjut.Â
Saya tanyakan apakah transaksi bisa dilanjutkan? Orang tersebut hanya membaca pesan Whats Appa saya. Disitu saya merasa curiga, jangan-jangan ini penipuan dengan modus membeli padahal ia ingin menggunakan data identitas saya untuk tindak kejahatan.Â
Setelah saya telpon, nomer orang itu tidak aktif. Saya dengan segera menarik pesan Whats App saya. Namun, pilihan menarik pesan sudah tak tersedia, itu karena foto identitas diri saya yang saya kirimkan kepadanya sudah ia simpan di dalam ponselnya.
Saya gemetar dan ketakutan. Saya sangat khawatir tentang identitas saya yang bisa jadi digunakan untuk hal-hal yang merugikan saya nantinya. Karena nomer sudah tidak dapat dihubungi, saya hapus percakapan itu. Entah mengapa saya menghapusnya, mungkin sebuah bentuk mekanisme pertahanan diri saat terancam.