Sistem pemberian gaji yang didasarkan dengan harga kebutuhan pokok mereka seperti selama ini jelas membangkitkan kembali tradisi perbudakan era jahiliyah. Mereka, para karyawan diberikan uang sekedar hanya untuk bertahan hidup.Â
Tentu mereka tidak boleh kaya dan juga tidak boleh mati. Upah Minimum Regional (UMR) atau apalah mereka menyebutnya jelas membunuh banyak kreatifitas karyawan. Mereka akan bekerja apa adanya tanpa ada inovasi dan terobosan baru karena sekeras-kerasnya mereka bekerja, mereka akan mendapatkan gaji yang sama; gaji yang hanya mampu digunakan bertahan hidup.
Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah seharusnya membutuhkan perlakuan istimewa dari para pemimpin untuk melawan para bromocorah berdasi, berspatu, berwawasan dan bromocorah-bromocorah lainnya. Seperti kasus petani yang kehilangan harga diri mereka akibat standar harga ditentukan para tengkulak.Â
Selain itu penambang yang rela menukar nyawanya disetiap kali ia bekerja juga mendapatkan upah yang tidak seberapa. Premanisme dimana-mana dan perhatian hanya fokus pada satu daerah. Kecemburuan saudara sebangsa yang ada di daerah jauh di sana juga perlu kasih sayang para petinggi negara. Padahal, di daerah selain Jakarta, banyak menghasilkan komoditas dari sumber daya alam mereka yang menghidupi negara.
Apa salahnya jika kita berhenti melayangkan isu yang tidak dibutuhkan rakyat? Isu agama misalnya. Mengapa rakyat tidak butuh itu? Karena jauh sebelum ada sistem presidensial, agama sudah tumbuh subur dibenak masyarakat. Atau isu berbahasa asing, mana mungkin nelayan, petani, penambang, dan profesi yang dianggap rendah lainnya membutuhkan bahasa asing?Â
Tentu tidak, mereka hanya ingin menikmati hasil kerja keras mereka. Isu agama dan bahasa atau isu berbasis pendidikan akan laris manis jika dibahas dalam perguruan tinggi. Tentu para aktivis akan kegirangan karena memiliki tugas baru selain demo berjilid-jilid menuntut penegakan HAM yang saya kra mustahil terkabul.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI