Mohon tunggu...
Harun Imohan
Harun Imohan Mohon Tunggu... Psikolog - Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Sebagai sarjana muda, saya hanya bisa menulis untuk sementara waktu karena belum ada pekerjaan tetap.

Aku ber-Majelis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjelang Pemilihan Presiden, "Sejatinya Apa yang Dibutuhkan Rakyat?"

10 Januari 2019   12:06 Diperbarui: 10 Januari 2019   12:36 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem pemberian gaji yang didasarkan dengan harga kebutuhan pokok mereka seperti selama ini jelas membangkitkan kembali tradisi perbudakan era jahiliyah. Mereka, para karyawan diberikan uang sekedar hanya untuk bertahan hidup. 

Tentu mereka tidak boleh kaya dan juga tidak boleh mati. Upah Minimum Regional (UMR) atau apalah mereka menyebutnya jelas membunuh banyak kreatifitas karyawan. Mereka akan bekerja apa adanya tanpa ada inovasi dan terobosan baru karena sekeras-kerasnya mereka bekerja, mereka akan mendapatkan gaji yang sama; gaji yang hanya mampu digunakan bertahan hidup.

Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah seharusnya membutuhkan perlakuan istimewa dari para pemimpin untuk melawan para bromocorah berdasi, berspatu, berwawasan dan bromocorah-bromocorah lainnya. Seperti kasus petani yang kehilangan harga diri mereka akibat standar harga ditentukan para tengkulak. 

Selain itu penambang yang rela menukar nyawanya disetiap kali ia bekerja juga mendapatkan upah yang tidak seberapa. Premanisme dimana-mana dan perhatian hanya fokus pada satu daerah. Kecemburuan saudara sebangsa yang ada di daerah jauh di sana juga perlu kasih sayang para petinggi negara. Padahal, di daerah selain Jakarta, banyak menghasilkan komoditas dari sumber daya alam mereka yang menghidupi negara.

Apa salahnya jika kita berhenti melayangkan isu yang tidak dibutuhkan rakyat? Isu agama misalnya. Mengapa rakyat tidak butuh itu? Karena jauh sebelum ada sistem presidensial, agama sudah tumbuh subur dibenak masyarakat. Atau isu berbahasa asing, mana mungkin nelayan, petani, penambang, dan profesi yang dianggap rendah lainnya membutuhkan bahasa asing? 

Tentu tidak, mereka hanya ingin menikmati hasil kerja keras mereka. Isu agama dan bahasa atau isu berbasis pendidikan akan laris manis jika dibahas dalam perguruan tinggi. Tentu para aktivis akan kegirangan karena memiliki tugas baru selain demo berjilid-jilid menuntut penegakan HAM yang saya kra mustahil terkabul.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun