Iklim politik kini mulai memanas. Terik matahari gurun sahara seakan tiada terasa menyengat dibandingkan dengan manuver kedua paslon demi memikat kepercayaan rakyat. Ombak di lautan tak lebih menakutkan dengan ambisi untuk memperjuangkan keinginan warga negara. Sebegitu pentingkah menjadi orang nomer satu di tanah air kita?Â
Yah, sangat penting jabatan itu. Kursi nomer satu di negeri ini dibutuhkan untuk melakukan perubahan dan membawa banyak keuntungan bagi masyarakat.
Semakin dekat dengan hari pemilihan, kita disuguhkan dengan agenda politik yang ditawarkan televisi untuk mengait rating. Mereka menggunakan edukasi untuk rakyat sebagai alat penawaran. Mulai dari debat capres-cawapres hingga panggung untuk kampanye perlahan mulai digelar.Â
Muncul isu pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) yang melancarkan strategi  berbahasa Inggris untuk memenangkan pertarungan di arena debat capres-cawapres. Kemudian, pihak Tim Kemenangan Nasional (TKN) membalasnya dengan mengajukan tawaran berbahasa Arab dalam debat esok. Hal itu diajukan demi kemenangan dalam acara bergengsi tersebut.
Belum kelar aroma isu itu tercium, muncul tawaran dari pihak TKN untuk menguji calon pasangan presiden dan wakil presiden membaca kitab suci Al-Quran. Hal ini dilakukan sebagai mekanisme pertahanan dan mekanisme penyerangan oleh pihak TKN akibat seringnya difitnah sebagai pemimpin yang anti Islam. Sudah barang tentu pihak BPN menolak. Apa sebab? Karena pak Prabowo dan Sandiaga Uno tidak piawai dalam beragama serta membacakan firman-firman Tuhan dalam kitab suci tersebut.
Hal ini memicu banyak perhatian dan penilaian dari masyarakat, tidak luput juga perhatian dan komentar dari masyarakat awam. Obrolan isu-isu mengenai capres dan cawapres dibuatnya bahan untuk begadang dan menikmati aneka gorengan serta meminum kopi pada malam hari. Meskipun sejatinya mereka tidak paham betul bagaimana isu itu mencuat, mereka tetap memberikan penilaian berdasarkan asumsi ngawurnya karena kuatnya ketidak tahuan mereka.
Miris melihat manuver kedua belah pihak yang juga semakin memanggang perasaan belum lagi ditambah oleh bumbu media. Media yang dirasa sebagai pembangun opini dan pengelola isu terbaik kini mulai memasukkan kepentingan pribadinya dalam melayangkan berita.Â
Alhasil, banyak berita bohong dan tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan namun sudah ramai di hal layak umum. Bahkan media selalu mengawasi cacat sikap dan ketidak sengajaan dari kedua belah paslon untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat sebagai pemirsa setianya.
Sejatinya apakah yang dibutuhkan rakyat dari para calon pemimpinnya? Sederhana, rakyat tidak butuh bahasa Inggris atau bahasa Arab. Rakyat juga tidak hanya butuh kepiawaian seseorang dalam membaca kitab suci. Pun rakyat juga sudah bosan dengan isu-isu pelemahan ekonomi. Mereka membutuhkan bahasa tanpa kebohongan, bahasa yang mendidik dan mencerdaskan mereka dan anak-anak mereka.Â
Tak lepas daripada itu, rakyat jelas membutuhkan sentuhan dan agen untuk membantu mereka merubah mindset primitif dan mental miskin mereka. Juga, mereka membutuhkan lapangan pekerjaan nyata yang sesuai dengan bidang yang mereka bisa lakukan.Â
Gaji yang mereka minta sebanarnya adalah sederhana dan tidak mahal; bayar sesuai hasil kerja mereka jangan seperti selama ini, memberi upah dengan meninjau harga pokok kebutuhan dalam masing-masing daerah.