Namun, ketika mencari pasangan dari generasi dibawahnya, yang notabene memiliki standar sukses well-being akan sulit menerima kenyataan bahwa individu tersebut masih memiliki tanggungan besar dikeluarganya. Alhasil, mereka memilih untuk fokus lagi pada dirinya.
- Meningkatnya gengsi
Sebenarnya, menikah dalam Islam itu cukup mudah (dalam konteks penyelenggaraan) cukup dengan mengucapkan ijab qobul dan memberikan mahar yang tidak memberatkan pria dan tidak merendahkan wanita.Â
Namun, zaman telah berubah, Masyarakat Indonesia sangat kental dengan gengsi. Ketika menikah, harus mengadakan pesta yang meriah, besar, membuat orang-orang takjub. Karena jika mereka hanya menyelenggarakan pernikahan sederhana mereka sangat rentan menjadi bahan gosip.Â
Gengsi ini juga akhirnya membuat kebanyakan orang tua menetapkan sejumlah mahar yang memberatkan calon suami anaknya dengan dalih 'saya telah menghidupkan anak saya dengan penuh kasih sayang, dibiayai sekolah, perawatan tubuh, dan sebagainya'. Sehingga gengsi ini sangat menjadi bahan pertimbangan bagi generasi dewasa siap menikah saat ini jika ingin memutuskan untuk menikah.
- Maraknya berita tentang perceraian
Tidak ada satupun individu yang menikah dengan tujuan untuk bercerai. Rumah tangga kerap dianalogikan dengan bahtera ditengah laut. Ada kalanya tenang, ombak kecil, ombak besar, terik, sampai badai.
Hal yang membuat saya memiliki sedikit trauma dengan menikah adalah ketika ada individu yang membagikan kisah kegagalan pernikahannya dengan masalah yang beragam, mulai dari perekonomian, suami yang tidak bertanggungjawab, ketidaksamaan tujuan dengan mertua, keluarga yang terlalu mengatur, ipar, perselingkuhan, ketidaktransparan gaji dan pengeluaran, dan lain sebagainya.Â
Hal ini tentu saja bukan menjadi pelajaran, tapi sebuah momok menakutkan seolah-olah menikah bukanlah pilihan yang tepat jika ingin bahagia.Â
Namun, cerita-cerita tersebut tentu saja akan menjadi pelajaran bagi orang yang membacanya jika penulis juga menuliskan solusi, saran, dan lain sebagainya.
- Kesadaran akan tanggungjawab
Perasaan trauma dari keluarga sebelumnya dan keinginan kuat untuk memberikan hidup yang bahagia untuk sang buah hati kelak membuat individu mempersiapkan banyak hal sebelum menikah demi keberlangsungan hidup sang buah hati dimasa depan.Â
Mereka sadar bahwa kebutuhan hidup sang buah hati tidak hanya sekedar makan, tapi juga pendidikan, dan figur/role model orang tua untuk anak.Â
Hal ini tentu saja bukan berarti individu yang sadar akan tanggungjawab dengan sang buah hati tidak percaya dengan janji Allah yang akan menanggung rejeki makhluk ciptaan-Nya.Â