Tapi tiba-tiba terdengar suara gedebak-gedebuk, bak-buk, keok-keok yang keras di belakangku, sementara suara Mbok Yem menjerit kaget dan Pak Tun terkekeh.
Begitu aku menoleh ke belakang, kulihat si batman terbang panik menabrak jajaran pohon pisang dan kandang ayam besar, dengan leher yang sudah setengah putus. Aku berlari ke halaman belakang lagi supaya bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi. Eyang Putri hanya mengawasiku dari ambang pintu.
Pak Tun melihat ku datang dengan mata terbelalak.
"Ngga apa-apa, Den. Memang begitu kalau ketiga urat lehernya ngga terpotong dengan sempurna. Mungkin tadi Pak Tun kurang dalam potongnya, jadi ada yang tidak terpotong dengan baik," jelas Pak Tun.
Mbok Yem memegangi tanganku yang agak gemetar.
Itulah pengalaman pertamaku melihat pemotongan ayam secara tradisionil. Sejak itu pula, aku selalu berkonsentrasi sejenak untuk menghilangkan citra mengerikan itu sebelum aku menyantap sate ayam atau ayam dimasak apa pun.
Ketika kuceritakan kisah itu pada cucukku, dengan mata terbelalak, Davin berkata, "Zombi ayam?"
Aku hampir tersedak kopi yang baru saja kusruput.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H