“Nah tombol yang sebelah kiri itu buat gerakinnya. Sesuai anak panah. Panah ke atas digerakin, yah si tentaranya maju ke depan,” Ia menuntun Aling dari arah belakang. “Terus tombol 0 itu buat nembak, tombol x buat loncat,…” Lalu blah-blah-blah, Nandes menjelaskan masing-masing dari tombol yang ada di stik tersebut. Aling mulai mengerti. Bagaikan anak yang baru belajar naik sepeda, ketika ia berhenti menjelaskan caranya, Aling sudah larut dalam keasyikan permainan tersebut. Hingga tak terasa satu jam telah berakhir. Nandes harus pulang ke rumah.
“Eh makasih yah udah ajarin aku mainnya. Ternyata benar juga yah kata kamu. Main game memang asyik.” ucap Aling sambil menjulurkan tangannya. “Oh yah, nama kamu siapa?”
“Nandes.” Ia balas menjulurkan tangannya, lalu mereka berdua berjabat tangan. “Kamu sekolah dimana?”
“Aku sekolah di Pembangunan.”
“Wah itu kan sekolahan mahal yah? Kalau sekolahku sih, yah di samping.” Nandes menunjuk ke arah gedung sekolahnya yang berada dekat rental tersebut.
“Iya aku tahu, kok. Kelihatan dari seragamnya.” Aling terkikik.
Selanjutnya, Nandes jadi begitu akrab dengan Aling. Sekarang, ia datang ke rental tersebut bukan lagi untuk bermain saja. Namun ia datang untuk bertemu Aling. Tak sekedar bermain, mereka juga membaca buku dan menonton film bersama. Papanya Aling juga tak keberatan Aling bermain dengan Nandes. Papanya malah senang, sebab Aling punya teman. Aling memang anak yang mengkhawatirkan. Sikap anti-sosialnya begitu menakutkan bagi papanya. Papanya suka menyuruhnya menjaga usaha rental tersebut, dengan alasan Aling dapat berinteraksi. Berinteraksi dengan anak-anak yang datang bermain. Nyatanya, Aling malah sibuk membaca di meja kasir atau sekedar menonton anak-anak yang bermain. Itulah kenapa papanya Aling senang melihat kedekatan anaknya itu dengan Nandes.
Sayangnya, kedekatannya Nandes dengan Aling hanya selama mereka selesai menempuh Ebtanas. Aling meninggalkan Nandes, karena harus mengikuti papanya pindah ke Kalimantan. Nandes tak begitu tahu alasan pindahnya. Namun samar-samar ia dengar bahwa papanya Aling telah diterima kerja di sebuah perusahaan yang ada di kota Pontianak. Karena sudah diterima kerja, alhasil usaha rental itu ditutup.
*****
“Kenapa sih laki-laki itu kalau udah main game, jadi ansos gitu?” Perempuan asing itu jadi sewot. “Apa enaknya sih main game?” Nandes tak tahu bahwa perempuan itu sengaja bertanya seperti itu. Tujuannya hanya untuk membangkitkan kembali memorinya Nandes terhadap dirinya.
Masih sambil menatap permainan Point Blank-nya, ia menjawab, “Ya udah cobain aja. Lagian main game itu seru. Menegangkan. Bisa mengistirahatkan otak juga. Juga bisa mengasah otak.”