Mohon tunggu...
Immanuel Sembiring
Immanuel Sembiring Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember

Immanuel Sembiring adalah seorang mahasiswa Hubungan Internasional yang tertarik dan menekuni bidang politik domestik maupun internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksternalitas dalam Implementasi Kebijakan Ekspor Benih Lobster Indonesia Tahun 2020

19 Maret 2024   14:53 Diperbarui: 19 Maret 2024   14:53 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

      Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pemberian izin terhadap ekspor benih lobster pada tahun 2020. Menteri Kelautan dan Perikanan Negara Republik Indonesia Edhy Prabowo menetapkan kebijakan tentang izin ekspor benih lobster pada tanggal 4 Mei 2020. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020. Berdasarkan Permen tersebut, masyarakat Indonesia diizinkan menjual benih lobster ke luar negeri. Menurut pemerintah melalui Edhy Prabowo, izin ekspor benih lobster akan menambah pendapatan dan menjaga keberlangsungan hidup nelayan. Terlebih masyarakat Indonesia banyak menjadikan pengangkapan benih lobster sebagai mata pencaharian.   

      Pemerintah meyakini kebijakan izin ekspor benih lobster dapat memberikan dampak positif. Pemerintah Indonesia memandang izin ekspor benih lobster akan mewujudkan kesejahteraan bagi para nelayan. Perizinan ekspor yang sebelumnya sulit akan dipermudah melalui Permen KP Nomor 12 Tahun 2020. Menteri Edhy Prabowo menjelaskan bahwa pemberian izin ekspor menjadi angin segar bagi sekitar tiga belas (13) ribu nelayan benih lobster.

IMPLEMENTASI IZIN EKSPOR BENIH LOBSTER: KESENJANGAN ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

      Implementasi kebijakan izin ekspor benih lobster nyatanya berakibat buruk bagi nelayan. Kebijakan pemberian izin ekspor benih lobster yang awalnya bertujuan menguntungkan nelayan, tetapi justru menambah keuntungan pengusaha. Sejumlah pengusaha terbukti mengekspor benih lobster tanpa lebih dulu melakukan budi daya. Tindakan pengusaha tersebut merusak upaya checks and balances terhadap mekanisme ekspor benih lobster. Padahal berdasarkan Permen KP, nelayan dan pengusaha benih lobster harus menjalankan budi daya sebelum menjual ke luar negeri.

      Kondisi tambah memburuk pasca Menteri Edhy Prabowo tersangka kasus suap izin benih lobster. Edhy Prabowo ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam laporan suap izin benih lobster pada tanggal 26 November 2020. Edhy Prabowo terbukti melakukan suap bersama dengan dua puluh empat (24) orang terdekatnya. Penetapan Edhy Prabowo sebagai tersangka suap membuktikan bahwa aktualisasi izin ekspor benih lobster tidak berjalan secara sehat serta korup.

      Nelayan mengalami kerugian akibat biaya operasional pencarian lobster sangat tidak sebanding dengan harga jual. Zenzi Suhadi selaku Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional memaparkan bahwa harga penjualan benih lobster jauh di bawah sepuluh persen dari biaya ekspor. Suhadi menyampaikan harga jual benih lobster ialah Rp 4.000 sampai Rp 9.000, sedangkan harga ekspor sebesar US$ 13. Berdasarkan jumlah kurs Rupiah tahun 2020, harga ekspor benih lobster mencapai Rp 180.000 per ekor. Regulasi yang seharusnya menguntungkan tetapi menyebabkan kerugian terhadap nelayan. Waktu dan tenaga nelayan sangat tidak sebanding dengan pendapatan dari harga jual. Kesenjangan biaya penjualan serta tarif ekspor merugikan para nelayan benih lobster.            

      Ketimpangan harga jual dan ekspor benih lobster terjadi akibat beberapa faktor serta berdampak buruk. Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menjelaskan bahwa perbedaan harga disebabkan oleh kurangnya infrastruktur dan akomodasi. Wilayah dengan infrastruktur serta akomodasi yang kurang memadai akan mendapatkan harga lebih murah. Disparitas harga juga mengakibatkan dampak jangka pendek serta panjang. Dampak jangka pendek ialah nelayan menderita dan pendapatan tidak bertambah. Sementara itu, apabila ketimpangan harga terus berlanjut maka ekspor illegal sangat mungkin terjadi. Bahkan jumlah kuota ekspor melampaui jumlah sesuai regulasi. Akibatnya, pasokan lobster semakin berkurang.

      Selain disparitas harga dan kerugian bagi nelayan, aktualisasi kebijakan izin ekspor benih lobster menyebabkan kerusakan lingkungan. Lobster merupakan hewan laut yang umumnya hidup dan tinggal di terumbu karang. Penangkapan benih lobster kerap kali dilakukan dengan memakai alat tidak ramah lingkungan. Aktivitas tersebut mengakibatkan rusaknya terumbu karang. Apabila terumbu karang rusak, maka keberlangsungan hidup biota laut lainnya akan terancam. Artinya, kemudahan izin ekspor menambah hasrat pengusaha untuk mendapatkan benih lobster dalam jumlah lebih banyak. Jika penangkapan secara berlebihan terus berlanjut, eksistensi lobster sebagai makhluk hidup terancam punah.


IZIN EKSPOR BENIH LOBSTER BERUJUNG EKSTERNALITAS NEGATIF

      Penangkapan benih lobster secara berlebihan dan menggunakan alat tidak ramah lingkungan menyebabkan eksternalitas. Kemudahan yang diberikan pemerintah melalui kebijakan izin ekspor mendorong nelayan menangkap benih lobster secara berlebihan. Penggunaan alat tidak ramah lingkungan dalam penangkapan benih lobster sangat merusak terumbu karang. Jika terumbu karang mengalami kerusakan, maka keberlanjutan hidup para lobster akan terganggu. Menurut teori ekonomi, kerusakan lingkungan dan ancaman kepunahan biola laut akibat ulah manusia merupakan bentuk eksternalitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun