Dari sisi visual dan representasi, film karya Garin Nugroho disebutkan dapat memproyeksikan kehidupan yang sesungguhnya. Film-film tersebut apik, emosional, sinematik, dan puitis.
Sebagai auteur, Garin Nugroho mampu juga memngekspresikan ide atau visi yang ia punya.
Salah satu contoh dari poin ini adalah representasi anak-anak dari 3 film Garin Nugroho yaitu Surat Bidadari, Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, Rindu Kami Padamu. Dari ketiga film ini melalui tesis I Gusti Agung Ketut Satrya Wibawa dengan judul "The Representation of Children in Garin Nugroho's Films" Â (2008)Â menyatakan ada 3 isu yang dibahas oleh Garin yaitu
- Masa Remaja
- Orang tua
- Hubungan antara anak-anak  dan negara
Ketiga poin ini terlihat pada film Garin sebagai cara untuk memberikan kritik terhadap pemerinah. Contohnya dari film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja secara kritis mengeksplorasi posisi rasial dan perlakuan tidak adil di Papua Barat oleh pemerintah Indonesia.
Tema yang diangkat selalu baru
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Garin Nugroho terkenal mengangkat isu kehidupan sehari-hari. Tidak sampai di situ, karyanya juga tak jarang mengakibatkan kontroversi.
Salah satu contohnya adalah film Kucumbu Tubuh Indahku (2018) yang mengisahkan seorang remaja laki-laki yang ditinggalkan oleh ayahnya bergabung dengan pusat tari Lengger di mana laki-laki dianggap memiliki penampilan feminim.
Film ini sempat tayang di Venice Film Festival (2018).
Dibalik banyaknya prestasi Film ini menuai kontroversi pada masa itu karena dianggap menunjukkan "perilaku menyimpang" dan juga LGBT yang dianggap sebagian orang dapat merusak moral bangsa.
Lalu, film yang cukup lama, Ingin Menciummu Sekali Saja (2002). Nah, film ini juga mengangkat isu yang ada di Papua.