Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Acara Ritual Nelayan Mappanretasi, Syirik?

17 April 2012   16:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap bulan April di daerah dimana aku tinggal kini, digelar sebuah acara ritual adat oleh para nelayan setempat.

Acara ritual tersebut seingatku sudah dilaksanakan puluhan tahun oleh para nelayan yang bermukim di tepi pantai beberapa desa di wilayah Kecamatan Kusan Hilir yang kini termasuk Kabupaten Tanah Bumbu Kalsel (dulu masuk Kotabaru). Kebanyakan dari para nelayan itu merupakan keturunan etnis Bugis. Memang bila ditelusuri hampir tak seorangpun diantara para nelayan itu berasal dari etnis selain Bugis.

Acara ritual sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa itu dalam bahasa Bugis mereka namakan “mappanretasi”, yang jika diartikan secara harfiah adalah “memberi makan laut.”

Untuk diketahui, para nelayan yang melaksanakan acara ritual tersebut mengaku seluruhnya beragama Islam. Entah mengapa mereka masih tetap mempertahankan acara adat yang jika ditinjau dari namanya saja sudah berbau animisme dan dinamisme.

Masih belum hilang dari ingatanku, acara ritual tersebut sempat dilarang oleh pihak Kementerian Agama di era pemerintahan Orde Baru yang mana saat itu yang menjabat sebagai Menteri Agama adalah Munawir Sadzali. Kementerian Agama menuding acara tersebut sebagai acara yang berbau syirik, tak berlandaskan ajaran agama Islam.

Agar acara ritual masih bisa dilaksanakan, mereka mengubah namanya menjadi “mappanre ri tasi’e”, atau jika diartikan secara harfiah adalah “pesta laut.”

Prosesi ritual tetap sama, cuma nama yang beda. Dirubahnya nama acara ritual tersebut membawa dampak, acara menjadi sepi dari para pengunjung. Akhirnya setelah beberapa tahun kemudian namanya pun kembali menjadi “mappanretasi” alias memberi makan laut.

Sebetulnya acara ritual adat yang menjadi dan masuk dalam kalender tahunan wisata nasional ini, dilaksanakan hanya satu hari saat puncak acara. Dengan dipimpin oleh seorang Sanro, orang yang dianggap memiliki kekuatan supra natural, membawa berbagai macam jenis sesaji untuk kemudian dilarung ke tengah laut jawa dengan menggunakan perahu motor.

Yang justru membuat ramai mappanretasi ini justru para pedagang yang menggelar dagangan mereka di lokasi acara, serta digelarnya berbagai hiburan musik dan pertunjukkan, maupun pagelaran kesenian daerah dari warga etnik terutama kesenian Bugis, Banjar, dan Jawa.

Dalam beberapa tahun terakhir, mappanretasi digelar selama 2 minggu.

Jika diperhatikan secara seksama, acara ritual tersebut agak mirip dengan acara ritual dalam agama Hindu, yakni Mlasti yang melepaskan sesaji ke tengah laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun