Mohon tunggu...
Imellya junita
Imellya junita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang

Membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Halal Bihalal di Bulan Syawal

23 April 2024   23:20 Diperbarui: 23 April 2024   23:32 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bulan Syawal, bulan penuh kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa pada bulan suci Ramadhan. Tak hanya diwarnai dengan keceriaan dan kebersamaan keluarga, tetapi juga dimeriahkan dengan berbagai tradisi unik dan menarik di berbagai daerah di Indonesia. Tradisi-tradisi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya masyarakat Islam Indonesia, yang tak hanya memperkaya khazanah budaya bangsa, tetapi juga mempererat tali silahturahmi dan memperkuat nilai persaudaraan.

Salah satu tradisi silahturahmi yang ada di Indonesia yaitu tradisi halal bihalal. Halal bihalal, sebuah tradisi yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, menandai momen penting setelah Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini tidak hanya sekedar pertemuan sosial biasa, tetapi juga sebuah peristiwa yang penuh makna, mempererat hubungan sosial, saling memaafkan, dan memperkuat tali persaudaraan di antara sesama. 

Tradisi halal bihalal di pelopori oleh seorang ulama Indonesia yaitu K.H. Abdul Wahab Chasbullah pada era revolusi tahun 1948. Saat itu politik di Indonesia tidak sehat sehingga presiden Soekarno meminta pendapat dan saran kepada K.H. Abdul Wahab Chasbullah untuk mengatasi situasi tersebut. 

Kemudian K.H. Abdul Wahab Chasbullah memberikan saran untuk menyelenggarakan silahturahmi. Sebab pada saat itu sebentar lagi hari raya idul fitri, seluruh umat Islam disunnahkan untuk bersilahturahmi. 

Menurut K.H. Abdul Wahab Chasbullah para elit politik  tidak mau bersatu karena saling menyalahkan. Maka dari itu mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan dan saling menghalalkan. Sehingga dengan diadakannya silahturahmi tersebut dikenal dengan istilah halal bihalal.

Dalam konteks sosial, halal bihalal memainkan peran yang sangat penting dalam memperkuat hubungan antar tetangga. Di tengah arus modernisasi dan perkembangan teknologi yang serba cepat, interaksi langsung antara tetangga seringkali terabaikan. 

Namun, tradisi halal bihalal memberikan kesempatan langka untuk berkumpul bersama dan memperkuat ikatan sosial. Ini adalah waktu yang tepat untuk saling mengenal satu sama lain, bertukar cerita, dan memperkuat rasa solidaritas di antara tetangga. Dengan demikian, halal bihalal tidak hanya menjadi ajang pertemuan, tetapi juga merupakan bentuk nyata dari kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat.

Selain itu, halal bihalal juga menjadi momentum penting untuk mempererat tali persaudaraan dan persatuan dalam masyarakat. Di tengah perbedaan budaya, agama, dan latar belakang sosial yang beragam, tradisi ini mengajarkan untuk saling menghormati dan menerima perbedaan. 

Melalui halal bihalal, belajar untuk memaafkan kesalahan dan menyambut kembali orang-orang yang pernah di sakiti atau terlupakan. Hal ini sangat penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis, di mana setiap individu merasa diterima dan dihargai tanpa memandang perbedaan.

Tidak hanya memiliki nilai-nilai sosial, halal bihalal juga memiliki kedalaman nilai-nilai keagamaan. Tradisi ini mencerminkan ajaran agama yang diajarkan oleh agama islam. 

Pesan-pesan tentang pentingnya memaafkan, saling menghormati, dan memperkuat hubungan sosial dengan sesama manusia menjadi inti dari tradisi ini. Melalui halal bihalal, diingatkan untuk menjaga nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan oleh agama, sehingga membawa kedamaian dan keberkahan dalam masyarakat.

Meskipun memiliki banyak manfaat positif, halal bihalal juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah kesibukan dan mobilitas yang tinggi dalam kehidupan modern. Banyak orang sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas lainnya sehingga sulit untuk menyempatkan waktu untuk berkumpul dengan tetangga. 

Hal ini dapat mengurangi partisipasi dalam tradisi halal bihalal dan melemahkan hubungan sosial di antara tetangga. Selain itu, adanya perbedaan budaya dan agama juga dapat menjadi hambatan dalam menjaga keutuhan tradisi halal bihalal. Beberapa kelompok masyarakat mungkin memiliki tradisi atau kepercayaan yang berbeda dalam merayakan Idul Fitri dan halal bihalal, sehingga dapat menyebabkan ketegangan atau ketidaknyamanan dalam interaksi antar tetangga.

Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga keagamaan sangat penting. Pemerintah dapat memberikan dukungan dalam bentuk penyelenggaraan acara berskala besar atau memberikan insentif bagi masyarakat yang aktif berpartisipasi dalam tradisi ini. 

Sementara itu, lembaga keagamaan dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan pesan-pesan damai dan toleransi dalam masyarakat. Dengan demikian, tradisi halal bihalal dapat terus dijaga dan dilestarikan sebagai bagian integral dari identitas budaya sebagai bangsa Indonesia.

Sampai sekarang tradisi halal bihalal masih dilaksanakan untuk mempererat tali silahturahmi dan menjalankan sunah di hari raya idul Fitri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun