PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DI PUSKESMAS: Studi Kasus di Kabupaten Belu Povinsi Nusa Tenggara
Abstract
Puskesmas as a public health effort has a Communicable Disease Control and Control Program (P2M). However, infectious diseases are still a major public health problem in Indonesia. East Nusa Tenggara (NTT) is one of five provinces where the number of infectious diseases is high with low socioeconomic conditions. Epidemiologically the incidence of disease is the result of an interactive relationship between humans and their behavior as well as environmental components that have potential diseases. The formulation of this research problem is the number of cases of communicable diseases in the community is still high. This research used qualitative method with case study at puskesmas in Belu Regency East Nusa Tenggara Province.Â
The results obtained that until now there is still no specific law that regulates the prevention and control of infectious diseases. Limited human resources and facilities at the puskesmas cause efforts to control infectious diseases can not be implemented optimally. Therefore, the Government and the Regional Government should be aware of the infectious disease condition in their area as well as the commitment and strive for the availability of resources in the Puskesmas which is sufficient and qualified.
Abstrak
Puskesmas sebagai upaya kesehatan masyarakat mempunyai Program Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2M). Namun penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu dari lima provinsi yang jumlah kasus penyakit menularnya tinggi dengan kondisi sosial ekonominya masih rendah. Secara Epidemiologi kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit.Â
Rumusan masalah penelitian ini adalah jumlah kasus penyakit menular di masyarakat masih tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus di puskesmas di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.Â
Hasil penelitian didapat bahwa sampai saat ini masih belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Terbatasnya sumber daya manusia dan fasilitas di puskesmas  menyebabkan upaya penanggulangan penyakit menular belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Untuk itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah hendaknya paham dengan kondisi penyakit menular di wilayahnya serta komitmen dan mengupayakan ketersediaan sumberdaya di puskesmas yang cukup dan berkualitas.
public health care; infectious diseases; public health policy; puskesmas; penyakit menular; kebijakan kesehatan masyarakat
References
Buku/Jurnal
Achmadi, Umar Fahmi. (2005). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Arif, Sumantri. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana.
Chahaya, Indra. (2003) Pemberantasan Vektor Demam Berdarah Di Indonesia. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Christine, Daymone dan Immy Holloway. (2008). Metode-Metode Riset Kualitatif, penerjemah Cahya Wirtama, penyunting Santi Indra Astuti, Yogyakarta: Bentang.
Erdinal. Dewi Susanna dan Ririn Arminsih Wulandari. (2006). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Kampar Kiti Tengah Kabupaten Kampar 2005-2006, Jurnal Makara Kesehatan, Volume 10, No. 2, Desember 2006.
Farich, Achmad. (2012). Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Fidayanto, Ringga. Hari Susanto dkk. (2013). Model Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Volume 7, No. 11, Juni 2013.
Hasyim, Hamzah. (2008). Manajemen Penyakit Lingkungan Berbasis Wilayah, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 11 No. 02, Juni 2008.
Henrikus. (2012). Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare Di Puskesmas Batu Jaya. Jakarta: Universitas Kristen krida Wacana.
Irianto, Koes. (2014) Epidemiologi Penyakit Menular danTidak Menular. Bandung: Penerbit AlfaBeta.
Mahmoed, Adnan. (2012). Revitalisasi PuskesmasI, Perbaikan Bermakna Kesehatan Rakyat, Berbakti Kepada Negeri. Jakarta:Rajut Publishing.
Muninjaya, Gde. (2004). Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
The Johns Hopkins and IFRC Public Health Guide for Emergencies. (1997). Control of Communicable Diseases. New York: APHA Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2011). Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Suhadi dan Muh Kardi Rais. (2015). Perencanaan Puskesmas. Jakarta: Trans Info Media.
Surat Kabar
Menkes: 7 Daerah KLB Demam Berdarah. Republika. 27 Januari 2016.
Dokumen Resmi
Bappenas. (2006). Kajian Kebijakan Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. Jakarta: Bappenas.
Dinkes Provinsi NTT. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012. Kupang: Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
Kemenkes. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2014). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes.
Internet
Jap Jeffrey, Spirit Miracle, Solusi Masalah Kesehatan di NTT, (online), (http://www.timorexpress.com/20150926085845/spirit-miracle-solusi-masalah-kesehatan-di-ntt, diakses 20 Februari 2016).
Kabupaten Belu Jalur Merah HIV/AIDS, (online), (http://sp.beritasatu.com/home/kabupaten-belu-jalur-merah-hivaids/14223, diaksesn23 Februari 2016).
Kesehatan Basis Wilayah, (online), (http://makassar.tribunnews.com/read/artikel/51376, diakses 26 Februaru 2016).
Lagi, Bocah Tewas Akibat Demam Berdarah di Sukabumi, (online), (http://daerah.sindonews.com/read/1085184/21/lagi-bocah-tewas-akibat-demam-berdarah-di-sukabumi-1455437018, diakses 20 Februari 2016).
Murti Bhiksma,dkk, Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis Dengan Strategi Dots Di Eks Karesidenan Surakarta, (online), (http://fk.uns.ac.id/index.php/download/file/35, diakses 20 Januari 2012
PENGENDALIAN KLB RABIES DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
Soe --- Pasca penetapan Kejadian Luar Biasa Rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan laporan 1 orang meninggal dunia, tim BBTKLPP Surabaya ditugaskan melakukan pengendalian KLB pada 07 --- 10 Juni 2023. Tim terdiri dari epidemiolog kesehatan, sanitarian, dan pranata laboratorium menuju kabupaten di Pulau Timor tersebut. Sebelumnya, koordinasi dilakukan bersama KKP Kelas II Kupang; Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT; dan Dinas Kesehatan Kota Kupang. Bersama Kepala Bidang P2P, staf surveilans, dan penanggung jawab program Rabies Dinkes dan Dukcapil Provinsi NTT, dibahas tentang situasi dan perkembangan kasus GHPR, konfirmasi jumlah penderita, dan perkembangan pemberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR). Penambahan jumlah VAR perlu ditambah mengingat jumlah kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yang belum mereda, belum menyeluruhnya vaksin kepada Hewan Penular Rabies (HPR), dan belum efektifnya pengendalian HPR terindikasi rabies.
Koordinasi di Dinas Kesehatan Kota Kupang dilakukan menyusul adanya laporan tiga kasus GHPR semenjak Mei 2023. Meski sampai saat ini belum adanya laporan kasus Rabies di Kota Kupang, namun perlu dibentuk sistem kewaspadaan dini Rabies.
Advokasi pengendalian rabies melalui vaksinasi HPR dan karantina hewan belum sepenuhnya dilakukan. BBTKLPP Surabaya menyatakan kesiapannya mendampingi advokasi kepada pemerintah daerah dalam pengendalian HPR dan mendorong terbitnya Instruksi Bupati terkait pengendalian HPR secara serentak dan pelibatan lintas sektor.
Hari kedua, tim BBTKLPP Surabaya berkegiatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan pertama-tama berkoordinasi bersama Dinas Kesehatan. Koordinasi untuk memastikan kembali berasaran masalah, perkembangan kasus, upaya-upaya yang telah dilakukan, serta tindak lanjut pengendalian yang dapat dilakukan bersama dengan BBTKLPP Surabaya.Â
Peningkatan kasus Rabies di Kabupaten TTS mulai terlihat pada Maret, sampai 7 Juni 2023 tercatat 221 kasus, 18 kasus rabies risiko tinggi dengan 3 kasus bergejala khas, termasuk 1 kasus meninggal dunia dan 1 kasus lagi somnolen atau mulai mengalami penurunan kesadaran.
Tim sanitarian dan pranata laboratorium lantas melakukan kalibrasi tempat penyimpanan vaksin di gudang farmasi dinas kesehatan, Puskesmas Niki Niki, dan Puskesmas Soe Kota. Kalibrasi suhu penyimpanan dilakukan untuk memastikan VAR yang disimpan memenuhi syarat kualitas suhu, vaksin tidak rusak, dan efektif membentuk antibodi kala disuntikkan.Â
BBTKLPP Surabaya berencana melakukan uji serologis untuk survei efektifitas pembentukan antibodi dalam tubuh pasca pemberian VAR. Namun,uji serologis belum bisa dilakukan terkendala waktu pemberian VAR di Kabupaten TTS baru dilakukan kurang dari 3 bulan.
Sesuai rencana, BBTKLPP Surabaya mendampingi Dinas Kesehatan Kabupaten TTS rapat bersama Asisten II Bupati TTS, Dinas Peternakan, dan para Camat. Rapat dalam rangka pengendalian KLB Rabies. Forum menyepakati pembentukan Satuan Tugas Pengendalian Rabies lintas sektor dari tingkat kabupaten sampai dengan kecamatan. Termasuk mengadvokasi terbitnya instruksi kepada warga untuk mengandangkan anjingnya selama periode 6 bulan dengan harapan dapat memutus rantai penularan rabies dari HPR kepada manusia maupun antar sesama HPR. Adapun HPR liar tanpa pemilik jelas sepakat dieliminasi.
Berita ini disiarkan oleh BBTKLPP Surabaya. BBTKLPP Surabaya menuju Pembangunan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. BBTKLPP Surabaya tidak menerima gratifikasi dalam bentuk apapun. Pakai masker Cuci tangan jaga jarak vaksin. Protokol kesehatan, 3T, dan vaksin jodoh sejati kala pandemi. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi telepon (031) 99847651 (pelayanan) dan 99847673 (kesekretariatan) atau email btklsbyhumas@gmail.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H