Pemindahan Ibu Kota Negara ternyata bukan lagi merupakan wacana belaka. Perealisasian rencana tersebut akhirnya terjadi pada kepemimpinan Jokowi pada periode 2. Pada dasarnya ide pemindahan ibu kota negara ini dipelopori oleh Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama. Soekarno memimpikan pemindahan ibu kota negara ini ke Pulau Kalimantan.Â
Akan tetapi tidak ada perealisasiannya bahkan sampai ke presiden-presiden berikutnya. Wajar saja, rencana pemindahan ini bukan merupakan rencana sederhana, akan tetapi membutuhkan perhitungan yang matang, syarat-syarat yang harus terpenuhi agar rencana peindahan ini layak untuk dilakukan, dana yang dikeluarkan, kebijakan-kebijakan yang matang, dan banyak hal lainnya yang menjadi pertimbangan untuk merealisasikan pemindahan ibu kota negara ini.
Akan tetapi, pada masa pemerintahannya, Jokowi berani mengambil tindakan dan kebijakan untuk segera melakukan pemindahan ibu kota ini. Wilayah yang dipilih sebagai ibu kota baru ini adalah Pulau Kalimantan tepatnya di Provinsi Kalimantan Timur. Alasan paling mendasar dilakukannya pemindahan ibu kota negara ini adalah, pemerataan ekonomi dan penduduk.Â
Tercatat oleh BPS (Badan Pusat Statistik) sampai tahun 2022, jumlah penduduk DKI Jakarta adalah berjumlah 10, 68 juta jiwa. Angka ini naik 0,38 persen dari tahun sebelumnya.Â
Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk wilayah-wilayah lain di Indonesia, kepadatan penduduk DKI Jakarta menempati urutan tertinggi. Dibandingkan dengan luas wilayahnya yang hanya 661,5 km2 tentu tingkat kepadatannya sangat tinggi. BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat bahwa angka kepadatan penduduknya mencapai 15. 978. Jumlah ini diperoleh dari perbandingan antara luas wilayah DKI Jakarta dengan jumlah penduduknya.
Tingkat kepadatan penduduk tertinggi selanjutnya ada pada Jawa barat, DI Yogyakarta, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan data tersebut tentu yang menarik adalah bahwa penyebaran penduduk di Indonesia masih belum merata dan hanya terpusat pada Pulau Jawa.Â
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hal demikian, salah satu faktor realistis dan paling utama adalah kualitas ekonominya. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa sangat tinggi sehingga banyak orang yang ingin meningkatkan taraf hidupnya di Pulau Jawa terutama Jakarta.Â
Untuk menganalisis mengapa terjadinya ketimpangan yang sangat signifikan antara Pulau Jawa dengan pulau-pulau lain di Indonesia, kita perlu melihat kembali sekilas 'bagaimana perekonomian Jawa Sentris dapat tercipta?'. Jawa Sentris merupakan suatu kondisi dimana pemusatan dilakukan hanya pada wilayah Jawa. Baik pembangunan fasilitas dan infrastruktur, ekonomi, sosial-politk dan lain sebagainya. Kondisi ini dimulai sejak terbentuknya negara modern yang memunculkan sentralisasi ekonomi.Â
Dalam hal ini yang berkaitan dengan Indonesia adalah negara Hindia Belanda modern pada abad-19. Secara singkatnya, awal mula perekonomian Nusantara terbentuk melalui perdagangan antar pulau hasil dari kolonialisme yaitu pada abad 16.Â
Dilanjutkan pada abad 19, perekonoian nasional muncul lewat penyimpangan non-alamiah yang dipaksakan kekuatan militer Eropa, kemudian jaringaan ekonomi pun mulai terstruktur ketika negara modern berdiri. Pada saat ini lah masalah sentralisasi dan Jawa-Sentrisme muncul. Sehingga sentralisasi inilah yang kemudian berdampak pada dikotomi pusat dan pinggiran hingga hari ini.Â
Spirit 'Jawa Sentris' ini terus berlanjut pada masa Orde Baru yaitu era pemerintahan Soeharto. Dimana pada masa itu seluruh hasil perekonomian di alokasikan lebih besar untuk pulau jawa. Dengan demikian pembangunan besar-besaran terpusat hanya di Pulau Jawa. Sedangkan daerah-daerah penghasil lainnya hanya menerima dalam sejumlah persen yang sedikit.Â
Dengan adanya pembangunan-pembangunan yang terpusat ini mengakibatkan fasilitas, infrastruktur yang sangat tinggi berada di Jakarta dan Pulau Jawa saja. Sehingga terdapat banyak lapangan pekerjaan. Ini lah yang kemudian menyebabkan banyak masyarakat yang memilih untuk tinggal di Jakarta dan mencari lapangan pekerjaan disitu. Â
Akan tetapi ternyata kepadatan penduduknya sudah tidak terbendung lagi, jumlah penduduk di Pulau Jawa terutama di DKI Jakarta melambung tinggi. Dengan ketidakmerataan penyebaran penduduk ini mengakibatkan timbulnya ketidakmerataan ekonomi pula.Â
Selain daripada sentralisasi itu, sebenarnya pemerataan perekonomian nasional juga sulit untuk di terapkan di Indonesia. Hal ini karena ada faktor geografis juga yang memengaruhinya. 2/3 wilayah Indonesia adalah laut, sehingga proses integrasi ekonominya memang akan berjalan lebih lambat daripada daratan. Kondisi ini pula yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antara wilayah Indonesia bagian barat dan timur.Â
Wilayah bagain barat menguasai sekitar 90% perekonomian nasional sedangkan timur hanya 10 %. Hal tersebut tentu saja disebabkan karena wilayah barat berada dekat dengan titik penting perekonomian Asia Tenggara misalnya Singapura dan Selat Malaka. Sehingga interaksi ekonomi wilayah barat lebih intensif. Akibatnya, sejak zaman kolonialisme Hindia belanda, wilayah timur memang terlihat kurang beruntung dan tampak seakan terabaikan.Â
Inilah juga yang menjadi salah satu dasar alasan pemindahan ibu kota negara. Agar tidak ada lagi wilayah yang tertinggal. Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur ini bukan tanpa perhitungan yang pasti. Karena telah di analisis dan diperkirakan bahwa Kalimantan Timur menjadi wilayah yang paling tepat untuk menjadi ibu kota negara.Â
Selain karena kondisi geografisnya yang aman dari bencana alam, Kalimantan Timur juga merupakan wilayah yang luas dan berada tepat di tengah-tengah Indonesia.
Menurut laman Kementrian Keuangan RI, terdapat beberapa urgensi yang melatarbelakangi pemindahan IKN ini. Pertama, untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Apalagi Indonesia memiliki visi  2045 yaitu Indonesia maju, dan perekonomiannya akan masuk ke 5 besar dunia pada tahun 2045 tersebut. Untuk mencapai visi tersebut tentu membutuhkan tranformasi ekonomi yang didukung oleh hilirisasi industi dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi.Â
Dan IKN memegang peranan penting disini. Â Kedua, IKN harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata. Sedangkan Jakarta, seperti yang terlihat tidak mampu lagi menjadi wilayah untuk pusat segala bidang (pemerintahan, politik, industri, perdagangan dll). Ini yang menjadi penyebab ketidakmerataan pembangun dan kesejahteraan Indonesia. Karena potensi daerah kurang dimanfaatkan secara optimal dan cenderung menimbulkan kecemburuan anatara daerah-daerah lain sehingga rentan menghadapi perpecahan.Â
Ketiga, Kondisi objektif Jakarta yang tidak lagi cocok menjadi ibu kota negara karena kepadatan penduduknya, kemacetan transportasi, permasalahan lingkungan yang terus menurun, dan rentan terjadinya bencana alam. Dengan diwujudkannya pemindahan ibu kota  negara ini, diharapkan mampu mewujudkan visi Indonesia yaitu Indonesia maju dan berdaulat dan sejahtera.Â
Pelaksanaan perubahan ibu kota ke Kalimantan Timur memiliki efek ganda. Efek ini tercermin dalam konsumsi dan investasi oleh rumah tangga swasta. Oleh karena itu, Indonesia perlu memaksimalkan sumber-sumber pertumbuhan domestik untuk meminimalisir dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Efek pengganda pergerakan modal terjadi ketika ada peningkatan populasi. Karena itu, pemerintah harus memastikan semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) pindah ke ibu kota baru. Gaji PNS merupakan insentif untuk merangsang konsumsi rumah tangga.Â
Akan tetapi apabila kita melihat dari sisi geopolitik nya, pemindahan IKN ke Kalimantan Timur akan menggeser jalur perdagangan internasional ke arah timur Indonesia dari Selat Malaka masuk Selat Lombok dan Selat Makasar. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap persoalan geopolitik di Laut China Selatan. Hal ini penting dalam menghindari perang dagang jangka panjang antara AS dan China. Pergeseran investasi dari China dapat diperoleh dengan merevitalisasi jalur perdagangan internasional di Timur, karena lalu lintas ekspor relatif mudah.
Referensi:
Ahsan, I. A. (2017, Oktober 27). Bagaimana Perekonomian Jawa-sentris Tercipta? Diambil kembali dari Tirto.id: https://tirto.id/bagaimana-perekonomian-jawa-sentris-tercipta-cy8y
Ayundari. (2022, Januari 25). Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara. Diambil kembali dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-kalbar/baca-artikel/14671/Urgensi-Pemindahan-Ibu-Kota-Negara.html
Kurnia, E. (2019, Agustus 27). Pemindahan Ibu Kota Ciptakan Dampak Ganda bagi Ekonomi Nasional. Diambil kembali dari https://www.kompas.id/baca/utama/2019/08/27/pemindahan-ibu-kota-antisipasi-perlambatan-ekonomi-global
Rizaty, M. A. (2023, Januari 6). Jumlah Penduduk Jakarta Capai 10,64 Juta Jiwa pada 2022. Diambil kembali dari DataIndonesia.id: https://dataindonesia.id/varia/detail/jumlah-penduduk-jakarta-capai-1064-juta-jiwa-pada-2022
Kepadatan Penduduk menurut Provinsi (jiwa/km2), 2019-2021 diambil dalam https://www.bps.go.id/indicator/12/141/1/kepadatan-penduduk-menurut-provinsi.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H