Mohon tunggu...
Imelda Febriani
Imelda Febriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemindahan Ibu Kota Negara sebagai Misi untuk Mencapai Visi Indonesia Maju

5 Maret 2023   23:07 Diperbarui: 5 Maret 2023   23:14 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemindahan Ibu Kota Negara ternyata bukan lagi merupakan wacana belaka. Perealisasian rencana tersebut akhirnya terjadi pada kepemimpinan Jokowi pada periode 2. Pada dasarnya ide pemindahan ibu kota negara ini dipelopori oleh Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama. Soekarno memimpikan pemindahan ibu kota negara ini ke Pulau Kalimantan. 

Akan tetapi tidak ada perealisasiannya bahkan sampai ke presiden-presiden berikutnya. Wajar saja, rencana pemindahan ini bukan merupakan rencana sederhana, akan tetapi membutuhkan perhitungan yang matang, syarat-syarat yang harus terpenuhi agar rencana peindahan ini layak untuk dilakukan, dana yang dikeluarkan, kebijakan-kebijakan yang matang, dan banyak hal lainnya yang menjadi pertimbangan untuk merealisasikan pemindahan ibu kota negara ini.

Akan tetapi, pada masa pemerintahannya, Jokowi berani mengambil tindakan dan kebijakan untuk segera melakukan pemindahan ibu kota ini. Wilayah yang dipilih sebagai ibu kota baru ini adalah Pulau Kalimantan tepatnya di Provinsi Kalimantan Timur. Alasan paling mendasar dilakukannya pemindahan ibu kota negara ini adalah, pemerataan ekonomi dan penduduk. 

Tercatat oleh BPS (Badan Pusat Statistik) sampai tahun 2022, jumlah penduduk DKI Jakarta adalah berjumlah 10, 68 juta jiwa. Angka ini naik 0,38 persen dari tahun sebelumnya. 

Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk wilayah-wilayah lain di Indonesia, kepadatan penduduk DKI Jakarta menempati urutan tertinggi. Dibandingkan dengan luas wilayahnya yang hanya 661,5 km2 tentu tingkat kepadatannya sangat tinggi. BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat bahwa angka kepadatan penduduknya mencapai 15. 978. Jumlah ini diperoleh dari perbandingan antara luas wilayah DKI Jakarta dengan jumlah penduduknya.

Tingkat kepadatan penduduk tertinggi selanjutnya ada pada Jawa barat, DI Yogyakarta, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan data tersebut tentu yang menarik adalah bahwa penyebaran penduduk di Indonesia masih belum merata dan hanya terpusat pada Pulau Jawa. 

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hal demikian, salah satu faktor realistis dan paling utama adalah kualitas ekonominya. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa sangat tinggi sehingga banyak orang yang ingin meningkatkan taraf hidupnya di Pulau Jawa terutama Jakarta. 

Untuk menganalisis mengapa terjadinya ketimpangan yang sangat signifikan antara Pulau Jawa dengan pulau-pulau lain di Indonesia, kita perlu melihat kembali sekilas 'bagaimana perekonomian Jawa Sentris dapat tercipta?'. Jawa Sentris merupakan suatu kondisi dimana pemusatan dilakukan hanya pada wilayah Jawa. Baik pembangunan fasilitas dan infrastruktur, ekonomi, sosial-politk dan lain sebagainya. Kondisi ini dimulai sejak terbentuknya negara modern yang memunculkan sentralisasi ekonomi. 

Dalam hal ini yang berkaitan dengan Indonesia adalah negara Hindia Belanda modern pada abad-19. Secara singkatnya, awal mula perekonomian Nusantara terbentuk melalui perdagangan antar pulau hasil dari kolonialisme yaitu pada abad 16. 

Dilanjutkan pada abad 19, perekonoian nasional muncul lewat penyimpangan non-alamiah yang dipaksakan kekuatan militer Eropa, kemudian jaringaan ekonomi pun mulai terstruktur ketika negara modern berdiri. Pada saat ini lah masalah sentralisasi dan Jawa-Sentrisme muncul. Sehingga sentralisasi inilah yang kemudian berdampak pada dikotomi pusat dan pinggiran hingga hari ini. 

Spirit 'Jawa Sentris' ini terus berlanjut pada masa Orde Baru yaitu era pemerintahan Soeharto. Dimana pada masa itu seluruh hasil perekonomian di alokasikan lebih besar untuk pulau jawa. Dengan demikian pembangunan besar-besaran terpusat hanya di Pulau Jawa. Sedangkan daerah-daerah penghasil lainnya hanya menerima dalam sejumlah persen yang sedikit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun