Mohon tunggu...
Siti Masriyah Ambara
Siti Masriyah Ambara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpi dengan banyak keterbatasan

Perempuan pekerja lepas yang mencintai Indonesia dengan segala dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pendidikan Pemilih untuk Menangkal Pesona Palsu Aktor Politik

29 Agustus 2018   08:00 Diperbarui: 29 Agustus 2018   12:32 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Wajah Sandi itu menggairahkan, muda, ganteng dan OK, iya enggak?". Kalimat ini diucapkan oleh Aboe Bakar Al-Habsyi, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait persiapan menyasar pemilih milenial. Penampilan fisik Sandiaga Uno dinilai memiliki nilai jual dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2019 - 2024. 

Citra ganteng dan muda ini memang salah satu andalan yang disiapkan parpol pengusung pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno. Asumsi yang mendasarinya adalah tingginya angka pemilih milenial dalam Pilpres 2019. 

Berdasarkan proporsi usia pemilih, Pemilu 2019 akan diikuti oleh sekitar 40 persen pemilih usia 17-35 tahun. Kelompok inilah yang akan digarap oleh parpol pendukung dua kandidat presiden. 

PKS dan kawan-kawannya menyadari bahwa kandidatnya memiliki kelebihan dalam hal penampilan fisik dibanding kandidat lawannya. Sandiaga Uno disiapkan menjadi aktor yang akan memainkan naskah yang disiapkan untuk menarik simpati para pemilih, utamanya perempuan dan kelompok milenial. Kedua kelompok ini yang secara emosional mudah didekati dengan citra muda dan ganteng.

Citra muda dan ganteng tidak hanya sekali ini digunakan untuk persiapan memenangkan kompetisi politik. Banyak kandidat yang sudah mencobanya. Mislnya Agus Yudhoyono yang sempat mencoba peruntungan dalam pemilihan gubernur Jakarta 2018. 

Citra sebagai politisi muda yang energik dan tampan ini sempat membius publik. Terbukti dari tingginya hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menempatkan Agus Yudhoyono sebagai kandidat dengan penampilan paling menarik atau ganteng yakni sebesar 86 persen.

Luar biasa mudahnya memainkan sisi emosional publik lewat tampilan fisik. Meski akhirnya kalah dari Anies Baswedan, namun  citra Agus Yudhoyono sebagai salah satu politisi muda nan tampan tetap kuat di publik. 

Nama lain yang juga muncul ke panggung politik karena tampilan fisiknya adalah Zumi Zola. Mantan pemain sinetron yang alih profesi menjadi politisi ini berhasil menjual kegantengannya yang mengantarnya pada kursi Gubernur Jambi. Meski kegantengannya tidak bisa menyelamatkannya dari jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) namun kesuksesannya mengemas citra sebagai politisi ganteng banyak diikuti politisi lain. 

Pendidikan untuk Mencerdaskan Pemilih

Para politisi ini, baik yang ada di ranah eksekutif maupun legislatif, menyadari bahwa masyarakat kita masih mudah digiring untuk menilai dari bungkus semata. Masyarakat mudah disihir oleh tampilan fisik karena memang masih banyak pemilih yang belum mampu mencerna isi kampanye. Mereka hanya bertumpu pada keindahan fisik seorang politisi yang sedang memainkan perannya di panggung politik. 

Mereka lupa bahwa politisi itu harus dikritisi arah kebijakan yang ditawarkannya. Politisi bukan sekadar dipuja tampilan fisiknya. Kepribadian, rekam jejak, ide dan tawaran inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang harus menjadi poin menilai apakah suara layak diberikan kepada seorang kandidat atau tidak. 

tcrcphilly.org
tcrcphilly.org
Pemilih yang cerdas dan kritis adalah kunci demokrasi yang sehat. Tanpa pemilih seperti ini, proses demokrasi tidak lebih hanya akan jadi tayangan sinetron yang tidak berkualitas. Pemilih seperti ini hanya dapat diciptakan oleh proses pendidikan pemilih yang berkualitas. Inilah yang masih menjadi tantangan dalam proses demokrasi di Indonesia. 

Terutama bagi perempuan, pendidikan pemilih adalah keharusan karena psikologi perempuan yang mudah dipengaruhi secara emosional adalah titik yang banyak dibidik oleh aktor politik. 

Sandiaga Uno sendiri secara eksplisit menyebut tekadnya membidik perempuan untuk memilihnya di Pilpres 2019. "Saat ini belum ada partai emak-emak. Kita akan berjuang buat partai emak-emak," ujar Sandiaga usai pendaftaran capres-cawapres di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Tanpa pendidikan pemilih yang dilakukan secara serius dan sistematis, masyarakat Indonesia hanya akan menjadi penonton dan penggembira bagi para politisi yang sedang memainkan peran di panggung politik. Negara sudah mengakui pentingnya proses pendidikan pemilih ini sebagai upaya memperkuat konsolidasi demokrasi di Indonesia. 

Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah memandatkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan menindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2010 untuk melakukan pendidikan politik. 

Pendidikan pemilih harus dilakukan secara terus menerus di semua kelompok masyarakat. Hanya dengan proses inilah kesadaran politik masyarakat akan terbangun. Mereka dapat berpikir secara rasional dalam mengambil keputusan. Mereka akan mampu menggunakan hak politiknya secara sadar dan rasional. Pemilih seperti inilah yang dapat membedakan politisi yang punya misi dan motivasi murni mensejahterakan masyarakat dengan politisi yang berperan sebagai aktor tanpa visi dan misi yang dapat dikritisi.

Jangan biarkan aktor menguasai panggung politik tanah air. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun