Terutama bagi perempuan, pendidikan pemilih adalah keharusan karena psikologi perempuan yang mudah dipengaruhi secara emosional adalah titik yang banyak dibidik oleh aktor politik.Â
Sandiaga Uno sendiri secara eksplisit menyebut tekadnya membidik perempuan untuk memilihnya di Pilpres 2019. "Saat ini belum ada partai emak-emak. Kita akan berjuang buat partai emak-emak," ujar Sandiaga usai pendaftaran capres-cawapres di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Tanpa pendidikan pemilih yang dilakukan secara serius dan sistematis, masyarakat Indonesia hanya akan menjadi penonton dan penggembira bagi para politisi yang sedang memainkan peran di panggung politik. Negara sudah mengakui pentingnya proses pendidikan pemilih ini sebagai upaya memperkuat konsolidasi demokrasi di Indonesia.Â
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah memandatkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan menindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2010 untuk melakukan pendidikan politik.Â
Pendidikan pemilih harus dilakukan secara terus menerus di semua kelompok masyarakat. Hanya dengan proses inilah kesadaran politik masyarakat akan terbangun. Mereka dapat berpikir secara rasional dalam mengambil keputusan. Mereka akan mampu menggunakan hak politiknya secara sadar dan rasional. Pemilih seperti inilah yang dapat membedakan politisi yang punya misi dan motivasi murni mensejahterakan masyarakat dengan politisi yang berperan sebagai aktor tanpa visi dan misi yang dapat dikritisi.
Jangan biarkan aktor menguasai panggung politik tanah air.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H