Mohon tunggu...
Imas Siti Liawati
Imas Siti Liawati Mohon Tunggu... profesional -

Kunjungi karya saya lainnya di www.licasimira.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[FITO] Bocah Pengumpul Receh

25 Agustus 2016   07:59 Diperbarui: 25 Agustus 2016   08:18 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari mulai sore ketika Wira berenang ke tepian. Alih-alih membersihkan diri karena tubuhnya yang sudah terasa lengket, bocah kelas VI SD itu justru memilih berdiri di sisi sebuah dermaga. Matanya hitamnya tak lepas dari pandangan di sekeliling. Langit dengan semburat jingga kekuningan berpadu apik dengan ketenangan laut sore itu.

Di salah satu dermaga, bersandar sebuah kapal yang bersiap untuk membawa penumpang berlayar ke seberang pulau. Sungguh, pemandangan yang indah bagi seorang Wira. Meskipun bertahun-tahun sudah tinggal di sekitar pelabuhan, bolak-balik dermaga sesuka hati, tetap saja pemandangan langit sore seperti saat ini tetap mempesona.

Sesaat Wira menarik napas panjang. Merasakan semilir angin yang menerpa tubuhnya. Tak lama tangannya terulur merogoh saku celananya. Dikeluarkannya beberapa koin serta uang kertas yang sangat basah. Dengan pelan-pelan -karena takut merusak uang kertas , Wira pun mulai menghitung pendapatannya hari ini. Terdapat dua lembar uang duaribuan dan tiga koin bernilai seribu. Sedetik kemudian ia mendesah.

Kalau segini terus, kapan aku bisa beli sepatu baru?

Wira menghela napas sesaat. Terlahir dalam keluarga serba kekurangan, membuatnya tahu diri jika tak mungkin mengandalkan semua kebutuhannya pada kedua orangtuanya. Ayah ibunya hanya seorang pedagang asongan kecil di sekitar pelabuhan. Pendapatan mereka tak banyak. Menghidupi empat anak di era serba mahal seperti sekarang tentu tak mudah.

Sejujurnya mengumpulkan uang yang dilemparkan penumpang dari atas kapal merupakan hal  yang sangat berbahaya. Banyak resiko yang dipertaruhkan.  Tapi mau bagaimana lagi, ini pekerjaan sampingan Wira selain menjajakan makanan di sekitar pelabuhan. Ia benar-benar harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri.

Sudahlah! Hidup dijalani bukan dikeluhkan!

***

Lampung, Agustus 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun