“Ya, Bu!” ujarku sesaat setelah mengucap salam.
“Hari ini Randi ulang tahun kan?” tanya suara di seberang.
“Iya, Bu hari ini.”
“Wah, Ibu kok bisa lupa ya? Tahu gitu kemaren sekalian Ibu beliin kado. Atau gini aja, nanti Ibu suruh Lira aja beli kado lalu antar ke rumah kamu.”
Aku mendesah. Kecintaan Ibu pada Randi memang luar biasa, bahkan Lira, adikku yang masih kuliah pun ikut direpotkannya.
“Nggak usah repot- repot, Bu. Yang penting doanya. Insyaallah Randi…,”
“Kamu itu gimana sih? Randi itu berhak dapat hadiah ulang tahun. Nggak masalah kok buat Ibu.”
Aku diam. Salah lagi!
“Hari ini kamu rayain dimana ultah Randi?” tanya Ibu tiba- tiba.
“Kita mau jalan- jalan bertiga ke pan…,”
“Ya ampun, Nin! Masa nggak kamu rayain ulang tahun Randi. Kamu undang kek teman- temannya. Kenapa duit kalian nggak ada. Itulah makanya kenapa Ibu bilang kamu harus kerja. Kan semua balik lagi buat kebaikan kamu juga kebaikan anak kamu, Nin. Coba kalau kamu kerja, kamu punya duit kan nggak masalah kalau Randi ulang…,”