“Jadi gue putuskan untuk menembaknya?”
“Mati dong!” Selorohku yang disambut delikan Mariana.
“Ish lo ini serius dikit ngapa! Malah bercanda.”
Aku tertawa, “Ya udah jadi gue mesti bantu apa?” kataku akhirnya mengalah. Senyum Mariana pun kembali terulas,
“Well, rencana gue itu…,”
***
Ini konyol. Entah darimana Mariana dapat ide sekonyol ini. Menjadikan lapangan futsal sekolah sebagai tempat pernyataan cinta. Aku yang kebagian sial, memohon-mohon pada penjaga sekolah untuk meminjamkan kunci gedung olahraga sebentar. Tidak hanya memohon tapi juga merelakan uang jajan semingguku untuk menyogok pak tua itu. Ditambah aku harus memasang spanduk yang bertuliskan aku sayang kamu, Marcell. Ck, menggelikan sekaligus menyebalkan.
Mariana memang gila! Tunggu saja saja sampai dia harus mengganti semua uangku.
Double dengan pajak jadiannya!
Sebuah suara menyentakkan kesadaranku. Mariana masuk bersama Marcell. Aku bersiap di tempatku untuk mengabadikan momen yang special, menurut Mariana.
Ck, kalau bukan sahabat gue aja nggak akan gue mau, gerutuku dalam hati.