“IRVAN!” Wajah Eveline memerah. Ia melotot kesal.
“Apa, Sayang?” Irvan, lelaki itu tak merasa ada yang salah dengan kata- katanya. Ia justru semakin menyukai wajah gusar dan kesal Eveline. Menggemaskan!
“Ayolah, Sayang aku sudah merindukanmu. Sudah berapa hari kita tidak bertemu kan? Aku benar- benar kangen denganmu.”
Eveline mendelik. “Irvan!” tegurnya sembari menoleh ke kanan dan kiri, lalu tak lama ia mencondongkan wajahnya ke depan, “Jika masih saja menggodaku, kupastikan hanya ada makan malam saja!” Bisiknya dengan seringai lebar.
Irvan tergelak. Kepalanya manggut- manggut. “Baiklah, sayang! Kuikuti permainanmu!”
Eveline pun tersenyum lebar. Sejujurnya ia pun tak sabar menunggu saat berdua hanya dengan Irvan, lelakinya. Hampir seminggu mereka tak bertemu, rasa rindu pun menggelegak ingin dituntaskan. Namun Eveline juga tak ingin merusak dinner special yang Irvan rencanakan.
Tunggu saja, Van!
“Jadi kamu mau pesan ap…?”
Sebuah dering ponsel menyentakkan keduanya. Irvan cepat- cepat merogoh saku celananya. Eveline mendelik gusar, bukankah sudah perjanjian jika mereka sedang bersama tak boleh ada ponsel yang diaktifkan. Tapi ini...
Kegusaran Eveline bertambah saat Irvan tiba- tiba berdiri, menatapnya sejenak lalu meninggalkan dirinya. Irvan mengangkat telepon menjauh darinya, itu berarti…
Tiba- tiba ia merasa gundah. Pasti akan terjadi sesuatu!