Lantas apa yang harus dilakukan orang tua dan guru? Me-nga-jak!
Ya, mengajak untuk membaca. Itu menyenangkan.
Stop, dulu. Apa bedanya dengan menyuruh membaca? Beda dong!
Kalau mengajak, berarti ikut melakukan. Saat orang tua mengajak anak membaca, berarti orang tua juga membaca. Â Demikian juga, guru mengajak siswa membaca berarti guru itu sudah aktif membaca.
Mengapa harus begitu? Percayalah, anak-anak akan mudah mengikuti keteladanan daripada mentaati perintah.
Sikap perilaku anak-anak sesungguhnya lebih banyak terbentuk oleh keteladanan yang mereka lihat sehari-hari. Termasuk membaca? Iyalah, Bapak-Ibu.
Jadi, begini yuk instrospeksi diri sebentar. Bukankah banyak ibu atau bapak, menyuruh anak membaca sementara ibu dan bapaknya itu main gawai atau asik menikmati acara televisi. Coba, renungkan. Itu menyakitkan hati anak, lo.
Guru juga begitu. Jangan sering menyuruh siswa membaca sementara dirinya sendiri tak pernah membaca.
Guru tidak cukup hanya membaca buku pelajaran yang dibaca siswa. Spirit guru untuk membaca  harus jauh lebih tinggi dari siswa. Dengan memiliki spirit membaca yang kuat, spirit itu akan ter-transfer kepada para siswa.
Kalau ada guru yang hanya membaca buku pelajaran. He he he coba bandingkan dengan beban siswa.
Dalam setahun seorang siswa harus membaca misalnya 9 buku (mata pelajaran), dan jika guru tidak membaca buku-buku di luar buku siswa itu, maka simpulan perbandingannya yaitu siswa 9, guru 0. Lo, kok begitu? Iya, kan buku pelajaran dari tahun ke tahun tetap saja itu. Artinya, guru sudah membacanya di tahun lalu!