Dari lekukan tembok terlihat kalau gedung ini memanjang dengan segi delapan. Dua sisi panjang dan tiga sisi pendek di bagian depan dan belakang sehingga total ada delapan atau segi delapan.
Bangku-bangku kayu panjang berwarna coklat tersusun dalam dua baris. Bangku kayu dengan model jadul dan sederhana.
Saya duduk di baris bangku paling belakang, mengikuti ibadah dengan khidmat. Pendeta yang memimpin ibadah dari atas mimbar kayu berwarna kuning.
Sehabis kebaktian, saya sempatkan diri melihat-lihat di samping gereja. Ternyata ada Sekretariat Pemuda "Van den Broeck", nama sekretariat pemuda gereja.
Di samping gereja terdapat sebuah rumah kecil dan di lantai empernya terdapat prasasti berbahasa Belanda seperti dalam foto.
Saya kemudian beranjak pulang dan berharap suatu saat nanti akan kembali ke gereja ini untuk melihat catatan atau peninggalan sejarah lainnya yang ada di sekretariat gereja.Â
Inilah sekilas pengalaman saya beribadah di gereja peninggalan Belanda di Kota Kupang.
Mengutip victorynews.id, Gereja Kota Kupang berawal dari pemerintahan VOC yang memindahkan seorang Pendeta Belanda yaitu Matheos Van den Broeck, dari Saparua ke Kupang, pada tahun 1614.
Van den Broeck memiliki tugas utama melayani kerohanian pegawai VOC dalam benteng Fort Concordia. Kedatangan Van den Broeck kemudian menjadi cikal bakal berdirinya gereja di Kupang.
Peresmian Gereja Kota Kupang pada tahun 1887 oleh Pendeta J. F. Niks (cagarbudaya.kemndikbud.go.id). Pada tahun 2024, gereja ini sudah menjadi cagar budaya dengan SK KM.51/OT.007/MKP/2004.