Kota Kupang merupakan ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kota di pulau Timor ini terbentang persis di hadapan teluk Kupang.
Kota Kupang sebagai sebuah nama wilayah pemerintah kota muncul belakangan. Namun nama Kupang sendiri sudah ada sejak zaman kerajaan di Timor.
Kupang berasal dari nama raja Nai Kopan atau Lai Kopan. Nama tersebut kemudian menjadi Kupang.
Kupang yang terletak dekat teluk dengan pelabuhan membuatnya menjadi daerah strategis pada masa perdagangan VOC dan pendudukan Belanda di Timor.
Keberadaan Belanda di Kupang pada masa lalu telah menyisakan berbagai peninggalan termasuk bangunan.
Peninggalan Belanda yang cukup populer di Kupang seperti gedung Keresidenan Belanda, Benteng Fort Concordia (sekarang markas Yonif 743/PSY), Gereja Protestan Kota Kupang, dll.
Khususnya ketiga bangunan peninggalan Belanda tersebut terletak tidak terlalu berjauhan dan dekat dengan bekas pelabuhan zaman dulu. Semuanya berada di Kawasan Kota Lama Kupang di Kelurahan LLBK.
Bekas keresidenan dan benteng Belanda hanya saya pernah lihat sepintas saja dari atas kendaraan atau dari luar pagar. Sementara Gereja Kota Kupang pernah sekali saya jajal untuk beribadah pada beberapa tahun lalu.
Waktu itu saya sering baca di koran-koran lokal kalau Gereja Kota Kupang merupakan peninggalan Belanda yang sudah berusia ratusan tahun. Entah seperti apa gereja itu, saya sebelumnya hanya melihatnya sepintas lalu saja.
Dalam suatu momen hari raya Paskah, saya pergi mengikuti ibadah pada hari Minggu di Gereja Kota Kupang. Saya memilih mengikuti ibadah kedua di pagi hari.
Gereja Kota Kupang terletak di Jalan Soekarno. Pagar besinya yang sederhana terlihat ceria dengan cat putih. Di balik pagar besi papan nama gereja berdiri di sisi kanan dekat sebuah pohon.
Gerbang gereja sudah terbuka lebar menanti kedatangan saya untuk pertama kalinya. Rasanya gugup menapakan kaki di halaman gereja berlantai semen dan paving.
Gereja nan tua dan mungil ini pintunya terbuka lebar namun saya masih terpana memandangnya. Atap bangunan dari depan terlihat seperti kerucut dengan tiga bidang atap.
Dari gedung utama terdapat sambungan emper dengan konstruksi atap yang ujungnya mengerucut. Di atas emper tersebut terdapat konstruksi besi dengan tiga salib.
Suasana masih sepi, belum banyak orang yang datang untuk mengikuti ibadah. Saya bergegas masuk ke emper dan duduk sejenak.
Bangku-bangku kayu yang panjang tersusun dua baris di sebelah kiri dan kanan. Ada pengeras suara dan tv monitor agar jemaat bisa mengikuti proses ibadah yang di dalam gedung utama.
Orang mulai berdatangan ke gereja, saya pun terus masuk ke gedung utama. Wouw, serasa memasuki lorong waktu dan muncul di ratusan tahun lalu.
Interior nan klasik, tidak seperti gereja pada umumnya yang saya datangi. Beberapa pasang tiang penopang berdiri di dalam gedung dengan jarak presisi.
Plafon terlihat seperti petak-petak dengan strip hitam. Bahannya mirip plywood sehingga mengkilap dan memantulkan cahaya.
Jendela-jendela kaca lebih tinggi dari posisi duduk sehingga tidak bisa melihat ke luar. Bentuk jendela mengerucut di bagian ujungnya.
Dari lekukan tembok terlihat kalau gedung ini memanjang dengan segi delapan. Dua sisi panjang dan tiga sisi pendek di bagian depan dan belakang sehingga total ada delapan atau segi delapan.
Bangku-bangku kayu panjang berwarna coklat tersusun dalam dua baris. Bangku kayu dengan model jadul dan sederhana.
Saya duduk di baris bangku paling belakang, mengikuti ibadah dengan khidmat. Pendeta yang memimpin ibadah dari atas mimbar kayu berwarna kuning.
Sehabis kebaktian, saya sempatkan diri melihat-lihat di samping gereja. Ternyata ada Sekretariat Pemuda "Van den Broeck", nama sekretariat pemuda gereja.
Di samping gereja terdapat sebuah rumah kecil dan di lantai empernya terdapat prasasti berbahasa Belanda seperti dalam foto.
Saya kemudian beranjak pulang dan berharap suatu saat nanti akan kembali ke gereja ini untuk melihat catatan atau peninggalan sejarah lainnya yang ada di sekretariat gereja.Â
Inilah sekilas pengalaman saya beribadah di gereja peninggalan Belanda di Kota Kupang.
Mengutip victorynews.id, Gereja Kota Kupang berawal dari pemerintahan VOC yang memindahkan seorang Pendeta Belanda yaitu Matheos Van den Broeck, dari Saparua ke Kupang, pada tahun 1614.
Van den Broeck memiliki tugas utama melayani kerohanian pegawai VOC dalam benteng Fort Concordia. Kedatangan Van den Broeck kemudian menjadi cikal bakal berdirinya gereja di Kupang.
Peresmian Gereja Kota Kupang pada tahun 1887 oleh Pendeta J. F. Niks (cagarbudaya.kemndikbud.go.id). Pada tahun 2024, gereja ini sudah menjadi cagar budaya dengan SK KM.51/OT.007/MKP/2004.
Pada awal tahun 2022 Pemerintah Kota Kupang menetapkan Gereja Kota Kupang sebagai museum sejarah Gereja Protestan. Pemerintah kota juga telah merevitalisasi kawasan gereja menjadi lebih indah dari saat saya ke sana.
Pagar bagian depan gereja terlihat lebih indah dengan gerbang megah bertuliskan nama gereja. Lingkungan gereja ini selaras dengan Kawasan Kota Lama Kupang yang menjadi tempat wisata dan tongkrongan.
Oh, ingin rasanya kembali lagi ke Gereja Kota Kupang untuk beribadah dan belajar lebih banyak lagi tentang sejarah gereja ini.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi Remco Vermeulen. Salam dari Timor untuk Belanda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H