Beberapa hari lalu saya tengah mempersiapkan lahan kami untuk tanam di musim hujan nanti. Lokasinya masih di Desa Maunum, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Di jarak sekitar 500 meter terlihat asap membumbung tinggi. Hanya beberapa menit sejak melihat kepulan asap tersebut, tiba-tiba kobaran api sudah terlihat hanya puluhan meter dari saya.
Angin yang berhembus cukup kencang menjelang sore hari membuat api cepat berkobar. Rambatan api semakin cepat karena lahan sekitar penuh dengan hamparan rumput kering dan sebagiannya berupa hamparan daun jati kering yang rontok.
Saya pun bergerak cepat membuat sekat di tepi lahan kami agar api tidak merambat masuk. Daun kering di tepi kebun saya sapu bersih hingga radius 1 meter lebih.
Saya lalu siaga menanti api dengan sebatang ranting mentah yang masih ada daunnya. Kalau api merambat masuk, saya padamkan dengan ranting mentah tersebut.
Angin kencang terus berhembus dan api mengamuk mencapai tepian lahan kebun kami. Kobaran api pun menembus sekat yang sudah saya buat hingga membakar lahan kami.
Saya berusaha padamkan api dengan ranting namun akhirnya saya menyerah dan mundur. Kepulan asap yang berhembus horisontal bersama angin kencang membuat mata perih dan napas sesak. Sebagian kecil lahan kami pun harus terbakar. Setelah tiupan angin agak berkurang barulah saya berhasil padamkan api.
Sementara itu beberapa warga juga terlihat sedang berusaha memadamkan api dan melokalisirnya agar api tidak menjalar ke lahan mereka. Sebagian lahan lainnya gosong terbakar api.Â
Api terus merambat hingga mendekati salah satu rumah warga yang atap rumah berupa rumput alang-alang. Untungnya angin sudah reda menjelang malam hari sehingga pemilik rumah mudah padamkan api yang mendekat.
Peristiwa ini merupakan pengalaman pertama kali saya melawan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Dari pengalaman ini ada beberapa hal yang bisa menjadi pelajaran untuk mencegah atau saat hadapi Karhutla.