Salah satu mobil angkutan pedesaan yang hendak kembali ke kampung tujuan terlihat penuh dengan penumpang dan di samping kiri badan mobil tergantung jerigen-jerigen berisi minyak tanah. Ada jerigen yang terisi minyak tanah hingga 5 liter penuh, setengah saja atau sepertiga.Â
Orang-orang dari kampung ini membeli minyak tanah tidak hanya untuk kebutuhan sendiri. Ada juga yang akan menjualnya lagi kepada orang lain di kampungnya dengan takaran yang lebih sedikit dan harga agak mahal.
Inilah sekilas potret orang-orang dari pelosok-pelosok Timor. Mereka membeli minyak tanah karena merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting sebagai bahan bakar lampu pelita. Bukan untuk memasak menggunakan kompor minyak.Â
Minyak tanah bahkan lebih penting dari beras atau minyak goreng. Jika tidak ada beras, mereka masih bisa makan jagung hasil panen di kebun sendiri. Jika tidak ada minyak goreng, mereka masih bisa membuat minyak sendiri dari limpahan buah kelapa.Â
Namun, jika tidak ada minyak tanah di rumah, dunia gelap gulita karena tidak ada bahan bakar untuk lampu pelita dan tidak ada alternatif lain.
Beberapa orang dari daerah pedalaman saat hari pasar sering mengatakan dalam Bahasa Dawan, "Nao neu soba hat sos masi ma min nain". Artinya, "Pergi ke pasar untuk membeli garam dan minyak tanah".Â
Walaupun nantinya tidak hanya membeli garam dan minyak tanah tetapi mereka mengatakannya demikian.
Selain garam, minyak tanah menjadi kebutuhan yang penting dari orang-orang pelosok. Garam dan minyak tanah pun menjadi semacam metonimia saat mengatakan akan ke pasar untuk berbelanja sejumlah kebutuhan hidup. Â Â Â
Yah, saat ini listrik sudah masuk sampai ke desa-desa namun belum semua desa mendapat sambungan listrik.Â
Ada desa yang sudah mendapat program pelistrikan namun kadang masih ada satu atau dua kampung kecil dalam desa tersebut yang tidak terhubung listrik.Â
Ada juga program listrik tenaga surya di daerah yang belum terjangkau listrik namun tidak semua orang mendapatkannya juga.