Mohon tunggu...
Jurnalis Bertasbih
Jurnalis Bertasbih Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta

Jurnalis Bertasbih

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Petani Center: Kasus Kriminalisasi 4 Petani Pencurian Buah Sawit PT Pasangkayu Janggal

9 April 2024   14:06 Diperbarui: 9 April 2024   14:14 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus Kriminalisasi  4 orang petani yang diduga melakukan pencurian buah sawit PT Pasangkayu, salah satu anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL) di Desa Ako, Kelurahan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat dinilai menyimpan banyak kejanggalan.

Petani Center mengatakan dugaan kriminalisasi terhadap 4 orang terdakwa, dinilai ada kejanggalan yang harus terungkap secara terang benderang berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan yang telah dan akan dilanjutkan.

Kejanggalan pertama adalah lokasi pencurian buah sawit yang dilakukan terdakwa yang diklaim adalah kebun milik perusahaan yang  masuk dalam kawasan HGU PT Pasangkayu, padahal fakta dilapangan bahwa lokasi tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung dan hutan adat sebagai lahan adat milik masyarakat yang kini telah lama dikuasaai dan digarap oleh masyarakat.

Seharusnya harus ada keterangan saksi saat di persidangan berikutnya bahwa manajemen PT Pasangkayu harus bisa membuktikan bahwa lokasi kawasan tersebut tersebut apakah kebun milik perusahaan PT Pasangkayu atau lahan adat sebagai kebun hak kelola rakyat yang telah lama dikelola oleh masyarkat setempat.

"Dugaan saya bahwa memang pihak perusahaan kelapa sawit PT Pasangkayu itu sulit untuk membuktikan bahwa lokasi yang dipanen oleh para terdakwa itu adalah kawasan kebun milik perusahaan yang harus dibuktikan dengan HGU, dan harus mereka dapat membuktikan titik koordinat maupun bukti-bukti pendukung lainnya bahwa areal kawasan tersebut yang dilakukan pencurian oleh terdakwa masuk dalam kawasan perusahaan sehingga bisa ditampilkan dalam persidangan," jelas penulis, Senin (8/4/2024).

Selanjutnya menurut hasil investigasi jurnalis dilapangan barang bukti buah sawit ditemukan saat dalam perjalanan, bukan di lokasi perusahaan.

Artinya para pelapor sendiri yang harus membuktikan saat dipengadilan dari mana asal buah sawit yang dibawa oleh para terdakwa.

Lokasi yang diduga terdakwa mencuri buah sawit terletak di area kawasan Blok 18, ternyata di blok 19 sementara area kawasan hutan lahan adat itu masuk dalam kawasan lahan adat batas koordinatnya mulai dari sungai tomogo sampai tokeuru dan mungkin saja pihak perusahaan tidak tahu titik lokasi tanah adat tersebut.

"Tidak ada satu orang pun yang melihat para terdakwa ini melakukan panen, mereka ketemunya di jalan".

"Dan lebih parahnya lagi kasus ini sangat di dramatisir dan saat di dalam persidangan berikutnya harus diungkap bahwa tidak ada satu orang pun yang menyaksikan buah tersebut sekarang ada dimana, apakah disita oleh pihak kepolisian atau penyidik karena harus ditampilkan dalam persidangan tidak ditampilkan jika tidak ditampilkan inilah sebuah kejanggalan.

Yang ada hanya fotonya saja, sementara foto menurut kami dan beberapa ahli hukum bahwa itu hanya "demonstrative evidence", yang paling penting adalah fisiknya sementara dalam persidangan harus ada fisik yang ditampilkan. Nah itu yang kami rasa masih sangat lemah tuduhan pencurian,".

Selain itu para saksi dari perusahaan diduga hanya mengira-ngira jumlah kerugian yang diklaim mencapai Rp 3.5 juta. Pasalnya buah sawit tersebut apakah sudah pernah ditimbang atau belum, dan ternyata belum ditimbang dan kemana buah sawit tersebut ? bisa dipertanyakan oleh pihak penyidik kepolisian yang menangani kasus tersebut sejak awal karena buah tersebut belum sempat dijual oleh para terdakwa.

"Kalau bicara masalah kerugian perusahaan itu dalam persidangan tidak ada satu saksi pun atau alat bukti yang ditampilkan di depan persidangan kerugian tersebut ditaksir mencapai 3 jutaan itu.

"Sementara tidak ada satu saksi pun dalam persidangan yang diajukan oleh penuntut umum yang melihat penimbangan kemudian dapat memprediksi sekian apabila buah tersebut dijual. Karena kenyataannya buah itu belum sempat terjual, artinya di mana dapat kerugiannya???

Diduga ada kejanggalan lain adalah hubungan sebab akibat dari kasus pencurian tersebut.

Lantaran keempat orang terdakwa ini  yang merupakan petani sudah berulang kali menanyakan hak tanah lahan mereka yang merupakan kawasan hutan dan lahan adat ke pihak perusahaan. Tetapi PT Pasangkayu sama sekali tertutup dan tidak pernah menunjukkan batas koordinat sesuai ijin lokasi yang -dikeluarkan oleh pemerintah setempat serta secara transparan mengakui batas-batas lahan adat yang selama ini sudah lama digarap oleh masyarakat petani sebagai hak kelola rakrat.

Akibat ketidakjelasan itu para petani yang menggarap lahan tersebut memanen sendiri di lahan sawit yang diduga diklaim PT Pasangkayu.

Bahkan sejumlah petani mengatakan pihak perusahaan juga segan untuk melakukan pemanenan sawit diduga status kawasan tersebut masih "ber-status quo" sehingga beberapa petani tetap akan menjaga lahan tersebut dari aksi-aksi pengambilan buah sawit yang masuk dalam kawasan hutan adat dan versi pemerintah dinas kehutanan sulbar adalah kawasan hutan indung. Hal inilah yang menurut awak media dan sejumlah aktivis petani sangat janggal dan aneh. Karena pihak perusahaan diduga segan juga untuk mengambil buah tersebut yang legalitas areanya berada diluar konsesi perusahaanS.

"Sebenarnya kalau kita lihat dalam hukum pidana itu adanya niat pelaku, nah sekarang kalau pelaku pencuri memberitahu saya akan mencuri barangmu besok itu kan konyol," tukasnya.

"Dan tidak mungkin keempat terdakwa bisa dituduh melakukan pencurian buah sawit. Karena masyarakat petani yakin bahwa buah atau pohon yang ada tumbuh di atas tanahnya sejak dulu dan turun temurun secara adat itu adalah lahan adat miliknya, maka mereka merasa berhak untuk memiliki itu,".

Sangat wajar jika para petani selama ini menuntut dan menanyakan perihal lahan adat mereka ke pihak perusahaan PT Pasangkayu yang nota bene sejak 2012 lalu terlah diserahkan oleh pihak DPRD Pasangkayu dan sempat diadakan acara syukuran adat di lokasi tersebut seluas 748 hektar.

Bahkan dalam catatan dokumentasi dan arsip lembaga sempat dilakukan melalui berbagai pertemuan yang difasilitasi pihak DPRD Pasangkayu maupun aparat.

Hubungan sebab akibat inilah yang akan didalami dan akan diberikan dalam persidangan karena persoalan kasus ini sudah masuk dalam daftar prioritas para aktivis pembela ham dan linkungan serta para pegiat jurnalis.

"Mengamati kasus ini adalah persoalannya bicara masalah perut. Mereka menyampaikan jika memang tetap tidak ada niat baik dari pihak perusahaan maka mereka akan tetap menduduki lokasi dan diduga akan melakukan panen dan itu sudah dibuatkan surat. Namun terungkap juga pihak perusahaan tidak membalas surat tersebut dan hanya dibalas secara lisan. Siapa yang bisa mempertanggungjawabkan secara lisan?

Menurut kami apa yang dilakukan oleh masyarakat ini tidak termasuk dalam kategori pencurian tetapi hanya perbuatan yang harus dibuktikan adakah niat jahat yang dituduhkan dalam sebuah delik di mana dakwaan ini adalah dakwaan tunggal (pencurian)," urai penulis.

Apalagi jika pihak perusahaan selama ini sadar dan berpikir bahwa selama ini tidak ada kerjasama plasma dan kedepannya untuk masyarakat sekitar memberikan kerjasama seperti bagi hasil atau pihak perusahaan mempekerjakan masyarakat sehingga  bisa mendapatkan upah per bulan untuk satu hektare. Namun itu tentu dengan syarat dan ketentuan yang layak.

Atas dasar itulah menganggap 4 terdakwa yang kesehariannya adalah buruh tani tidak layak didakwa mencuri. Sehingga para terdakwa harus dilakukan pembelaan dalam persidangan.

"Sangat keliru jika penerapan pasalnya melenceng, apabila tidak ditemukan adanya niat pelaku dan tidak terpenuhinya 5 unsur delik maka tentunya hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai unsur perbuatan pidana, maka konsekuensinya adalah keempat terdakwa harus dibebaskan demi hukum.

"Dalam hal kasus ini jika memang ternyata ada keliru penerapan pasal atau kemudian tidak dapat dibuktikan unsur itu ya tentunya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lalu soal kriminalisasi petani dibeberapa tempat mestinya tanpa mendahului penegakan hukum di pengadilan ya kami berharap bisa diterapkan vonis onslag.

Seperti dikutip dari hukumonline.com -- arti dari onslag adalah putusan lepas dari segala tuntutan hukum jika perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti namun perbuatan terdakwa tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana atau putusan ini disebut lepas dari segala tuntutan hukum (onlag van rechtavervolging atau onslag)

Adapun 4 warga petani yang menjadi  terdakwa kasus pencurian buah sawit  itu antara lain Reski Yandi, Maulid, Ari dan Ikram, yang semuanya adalah warga Desa Ako Kelurahan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun