Yang ada hanya fotonya saja, sementara foto menurut kami dan beberapa ahli hukum bahwa itu hanya "demonstrative evidence", yang paling penting adalah fisiknya sementara dalam persidangan harus ada fisik yang ditampilkan. Nah itu yang kami rasa masih sangat lemah tuduhan pencurian,".
Selain itu para saksi dari perusahaan diduga hanya mengira-ngira jumlah kerugian yang diklaim mencapai Rp 3.5 juta. Pasalnya buah sawit tersebut apakah sudah pernah ditimbang atau belum, dan ternyata belum ditimbang dan kemana buah sawit tersebut ? bisa dipertanyakan oleh pihak penyidik kepolisian yang menangani kasus tersebut sejak awal karena buah tersebut belum sempat dijual oleh para terdakwa.
"Kalau bicara masalah kerugian perusahaan itu dalam persidangan tidak ada satu saksi pun atau alat bukti yang ditampilkan di depan persidangan kerugian tersebut ditaksir mencapai 3 jutaan itu.
"Sementara tidak ada satu saksi pun dalam persidangan yang diajukan oleh penuntut umum yang melihat penimbangan kemudian dapat memprediksi sekian apabila buah tersebut dijual. Karena kenyataannya buah itu belum sempat terjual, artinya di mana dapat kerugiannya???
Diduga ada kejanggalan lain adalah hubungan sebab akibat dari kasus pencurian tersebut.
Lantaran keempat orang terdakwa ini  yang merupakan petani sudah berulang kali menanyakan hak tanah lahan mereka yang merupakan kawasan hutan dan lahan adat ke pihak perusahaan. Tetapi PT Pasangkayu sama sekali tertutup dan tidak pernah menunjukkan batas koordinat sesuai ijin lokasi yang -dikeluarkan oleh pemerintah setempat serta secara transparan mengakui batas-batas lahan adat yang selama ini sudah lama digarap oleh masyarakat petani sebagai hak kelola rakrat.
Akibat ketidakjelasan itu para petani yang menggarap lahan tersebut memanen sendiri di lahan sawit yang diduga diklaim PT Pasangkayu.
Bahkan sejumlah petani mengatakan pihak perusahaan juga segan untuk melakukan pemanenan sawit diduga status kawasan tersebut masih "ber-status quo" sehingga beberapa petani tetap akan menjaga lahan tersebut dari aksi-aksi pengambilan buah sawit yang masuk dalam kawasan hutan adat dan versi pemerintah dinas kehutanan sulbar adalah kawasan hutan indung. Hal inilah yang menurut awak media dan sejumlah aktivis petani sangat janggal dan aneh. Karena pihak perusahaan diduga segan juga untuk mengambil buah tersebut yang legalitas areanya berada diluar konsesi perusahaanS.
"Sebenarnya kalau kita lihat dalam hukum pidana itu adanya niat pelaku, nah sekarang kalau pelaku pencuri memberitahu saya akan mencuri barangmu besok itu kan konyol," tukasnya.
"Dan tidak mungkin keempat terdakwa bisa dituduh melakukan pencurian buah sawit. Karena masyarakat petani yakin bahwa buah atau pohon yang ada tumbuh di atas tanahnya sejak dulu dan turun temurun secara adat itu adalah lahan adat miliknya, maka mereka merasa berhak untuk memiliki itu,".
Sangat wajar jika para petani selama ini menuntut dan menanyakan perihal lahan adat mereka ke pihak perusahaan PT Pasangkayu yang nota bene sejak 2012 lalu terlah diserahkan oleh pihak DPRD Pasangkayu dan sempat diadakan acara syukuran adat di lokasi tersebut seluas 748 hektar.