Ada sebuah potret entitas kehidupan masyarakat khususnya umat islam dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci ramadan. Sebulan penuh menjalankan ibadah puasa dengan penuh suka cita. Awal puasa mesjid-mesjid terlihat begitu ramai bahkan berdesak-desakan untuk menunaikan sholat tarawih secara berjamaah. Bahkan jamaah begitu membludak sehingga ada yang sholat hingga diteras luar mesjid. Dan pengamatannya sampai hari ke 20 puasa hingga malam tadi dihari ke 26 , hanya beberapa jamaah yang terlihat berada di saf paling depan. Ironisnya, mall-mall, pasar-pasar, pusat perbelanjaan dan perdagangan terlihat ramai oleh para warga yang ingin berbelanja berbagai kebutuhan lebaran.
Memang paling sulit adalah menjaga ke-khusyukan selama berpuasa dengan penuh Istqamah menjalankan ibadah bulan suci ramadan selama sebulan penuh.
Seperti tersurat secara tegas dalam Al-Qur’an QS. yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” Surat. Fusshilat ayat 30.
Hasil kajian saya serta berdiskusi dengan para Ulama dan para sufi di yang ada di Kota Makassar beberapa waktu lalu bahwa, hari-hari menjelang berakhirnya bulan suci ramadahan disitulah pahala orang-orang yang berpuasa semakin dilipat gandakan baik secara kualitas maupun kuantitasnya, tiba di 1/3 akhir Ramadhan diwaktu malam tiba, persitiwa yang di nanti-nantikan umat islam dengan demikian harus memperbanyak ibadah sunnah seperti baca alquran, perbanayk zikir malam (i’tikaf) di masjid.
Dengan begitu, untuk mendapatkan peristiwa lailatul Qadar atau malam seribu bulan, malam dimana para mailaikat turun ke dunia untuk mencatat umat yang dengan khusyuk beribadah dan akan di ganjar pahala seolah-olah mereka beribadah selama seribu bulan.
Kembali ke pembahasan soal sepinya mesjid-mesjid di akhir bulan ramadan baik itu sholat duhur, ashar, buka puasa bersama hingga sholat tarawih berjamaah di mesjid yang begitu mewah. Yang menjadi pertanyaan, dimanakah para jamaah yang selama ini mengisi shaf-shaf saat sholat tarawih di mesjid-mesjid?
Sebagain besar warga muslim di penghujung ramadan ini disibukkan dengan persiapan lebaran Idhul Fitri yang sisa beberapa hari lagi akan tiba. Selain itu, para Ibu-ibu rumah tangga sebagian besar berada di dapur untuk mempersiapkan aneka kue sehingga shaf khusus perempuan di mesjid terlihat kosong.
Ukuran-ukuran spiritual beribadah apalagi berpuasa selama 1 bulan penuh, memang sangat susah dipahami karena sangat abstrak, dimana pahala yang berlipat yang akan di ganjarkan atas ibadah yang semakin intens dilakukan menjelang ramadhan usai, terkalahkan oleh sebuah rasionalitas hari raya lebaran yang segera datang. Obral pahala ramadhan dimasjid oleh Hustad penceramah terkalahkan dengan berbagai promosi diskon di Mall, sehingga keberadaan masjid menjadi sepi di tinggal para jamaah, dengan begitu, berganti Mall-mall yang kian menjadi tempat berkunjung.
Menyamut kemeriahan lebaran seperti inilah warga sedang boros-borosnya menghabiskan uang. Dalam kondisi tersebutlah hampir semua Mall, Toko Pakaian, pasar busana memberikan discount khusus, sebab minggu depannya warga rata-rata akan mudik pulang kampung halaman. Menyambut lebaran daya beli masyarakat justru semakin konsumtif. Meski terkadang menemui harga di pasaran terlihat mahal, namun membuat masyarakat tidak berhenti berbelanja. Sehingga, mall membuka etalasenya hingga jam 24.00 Wita.
Menjelang Lebaran Idul Fitri, akhirnya bukan mesjid yang bertambah ramai, namun pusat perbelanjaan, pasar dan pusat perdagangan yang kian ramai di kunjungi warga. Padahal sejatinya, makna dan hakikat Idul fitri merupakan keteladanan umat islam dalam ungkapan sebuah sederhanaan dalam merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah zaum ramadan. Dan bukan untuk bermewah-mewah dengan pakaian mahal dan gaya hidup hedonisme.
Budaya berbelanja saat ini sudah menjadi sebuah gaya hidup masyarakat kelas mulai dari kelas atas hingga masyarakat ekonomi kelas bawah. Dan, sebagai gaya hidup, belanja masyarakat kerap kali meski bukan masuk dalam skala prirotas kebutuhan namun hanyalah suatu bentuk penunjukan status sosial.
Design Creative and Communication Mal Ratu Indah (MaRI), Jessy Rezky di Makassar, Jumat yang dirilis-Antara.news.com mengatakan peningkatan jumlah pengunjung yang datang ketempatnya itu bahkan sudah terjadi sejak pekan lalu. Kenaikan pengunjung di mall meningkat sekitar 30 persen. Pada awal Ramadhan saja sudah ada peningkatan jumlah pengunjung sampai 15%. Dan akan terus meningkat sampai mencapai 20 hingga 30% pada dua minggu sebelum Lebaran. Untuk peningkatan jumlah pengunjung yang datang ke kami, sudah naik 30 persen dari hari biasa. Jumlah ini akan terus bertambah jelang perayaan hari raya Idul Fitri 1437 H," ujarnya.
Haruskah demikian nasib bulan ramadhan dan lebaran setiap tahunnya ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H